JAKARTA, KOMPAS.com — 
Dana reses, kegiatan di luar masa sidang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta meningkat pada tahun 2014. Nilai dana tersebut terbesar selama tiga tahun terakhir, yaitu sekitar Rp 20 miliar. Dana reses dua tahun sebelumnya adalah Rp 13,9 miliar tahun 2012 dan Rp 18,5 miliar tahun 2013.

Wahyu Wijayanto, Kepala Bidang Program dan Pembiayaan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi DKI Jakarta, mengatakan, peningkatan ini sudah disepakati tim anggaran. ”Kini seluruh dokumen anggaran pendapatan dan belanja daerah sedang dalam pengesahan di Kementerian Dalam Negeri,” kata Wahyu.

Selain dana reses, DPRD DKI juga mengusulkan paling tidak sekitar 3.000 mata anggaran. Hal itu terkait dengan perbaikan infrastruktur di setiap daerah pemilihan mereka. ”Dalam kaidah penganggaran tak ada yang salah. Wajar saja jika anggota Dewan mengusulkan program untuk daerah pemilihannya,” kata Wahyu seraya menolak angka itu dikait-kaitkan dengan tahun politik.

Pendapat serupa disampaikan Ketua Komisi A (Pemerintahan) DPRD DKI Jakarta Johny Simanjuntak. Tidak ada yang perlu dicurigai dengan dana reses tersebut. Menurut Johny, dana reses itu dipakai untuk tiga kali kegiatan selama setahun, setiap empat bulan sekali. Dana reses dipakai untuk menjaring aspirasi masyarakat yang selanjutnya aspirasi tersebut diusulkan masuk ke program pembangunan.

Terkait angka yang dialokasikan tahun ini, Johny memiliki hitungan berbeda. Menurut Johny, dana reses DPRD DKI nilainya tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya. ”Untuk anggota Rp 60 juta per orang setiap kali reses, sementara pimpinan jumlahnya lebih besar sedikit,” katanya tanpa merinci.

Sarat kepentingan

Uchok Sky Khadafi, Direktur Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai lonjakan dana reses tahun 2014 patut diawasi. Uchok menduga peningkatan alokasi dana itu terkait dengan momen politik, yaitu pemilu yang digelar tahun 2014.

”Anggaran reses bisa dipakai untuk kampanye bagi legislator petahana saat pemilu. Seolah-olah untuk reses, padahal untuk kampanye. Jadi, supaya ada keadilan bagi peserta pemilu, Badan Pengawas Pemilu perlu mengeluarkan surat edaran tentang pelarangan anggota Dewan melaksanakan program reses selama atau jelang pemilu,” katanya.

Tiga tahun terakhir, dana reses naik turun tanpa alasan yang transparan. Hal ini, kata Uchok, mengonfirmasikan bahwa anggaran reses tidak punya standar baku. (NDY)