Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hanya Sepertiga Angkutan Non-transjakarta yang Layak Jalan

Kompas.com - 03/04/2014, 07:34 WIB
Adysta Pravitra Restu

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Kepala Dinas Perhubungan Muhammad Akbar menyatakan sekitar dua per tiga luas Jakarta belum di-cover dengan angkutan umum yang layak. Non-transjakarta atau angkutan umum yang layak saat ini hanya mengitari sepertiga dari luas Jakarta yang lebih dari 600 km, atau sekitar 200 km persegi saja.

Akbar mengatakan, penumpang yang menggunakan angkutan non-transjakarta mencapai 80 persen. Namun, tidak didukung dengan kualitas yang layak. 

"Kualitas sangat beda dengan transjakarta," ujar Akbar di Merdesa Institute/Newseum, Jakarta Pusat, Rabu (2/4/2014).

Akbar melanjutkan, pengguna kendaraan umum menginginkan kecepatan waktu. Pada saat menaiki angkutan umum, mereka justru merasa lama karena diajak ngetem atau menunggu lama tanpa kepastian. Padahal, angkutan umum harus cepat. Bila tidak, tidak akan ada orang yang naik angkutan umum.

Namun, tak dipungkiri, angkutan ini memungkinkan untuk ngetem seperti di persimpangan. Sebab, bila tidak begitu, sopir angkutan non-transjakarta sulit mendapatkan penumpang. Kalaupun harus mencari penumpang dengan berkeliling, uang sopir akan habis buat operasional saja.

Selain itu, tidak adanya subsidi pemerintah untuk bisnis angkutan umum membuat kelayakan semakin menurun bahkan hampir bangkrut.

Menurut Akbar, pengusaha bisnis angkutan umum sudah mengeluhkan susahnya mendapatkan penumpang. Beberapa penumpang memilih pindah ke kendaraan pribadi seperti motor karena pelayanan angkatan umum kurang bagus. 

Akbar menceritakan, minggu lalu dia berbincang dengan pengusaha APTB Bogor-Jakarta. Mereka mengeluhkan penumpang APTB yang mulai berkurang. APTB dianggap tidak bisa menstabilkan pengguna transportasi massal di Jakarta. Sebab, APTB melintas di jalur yang sama dengan kendaraan pribadi, salah satunya di jalan tol yang setiap hari macet.

Pengguna APTB semakin tidak tertarik karena tidak ada kepastian waktu tiba atau mereka kecepatan yang pasti seperti commuterline.  Saat ini, lanjut Akbar, penumpang lebih beralih pada kecepataan bukan kenyamanan. "Kenyamanan nomor sekian, yang utama kecepatan," kata Akbar.

Untuk menghilangkan dan memutarbalik angkutan umum jadi primadona, pemerintah harus siapkan pelayanan berkualitas. Menurut Akbar, jelas hal ini menjadikan kualitas layanan tidak baik dan tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi Dinas Perhubungan DKI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kisah Dian Bertahan Jadi Pelukis Piring, Karya Ditawar Murah hingga Lapak Diganggu Preman

Kisah Dian Bertahan Jadi Pelukis Piring, Karya Ditawar Murah hingga Lapak Diganggu Preman

Megapolitan
Dua Ormas Bentrok hingga Lempar Batu-Helm, Lalin Jalan TB Simatupang Sempat Tersendat

Dua Ormas Bentrok hingga Lempar Batu-Helm, Lalin Jalan TB Simatupang Sempat Tersendat

Megapolitan
Kisah Perantau Bangun Masjid di Kampung Halaman dari Hasil Kerja di Tanah Perantauan

Kisah Perantau Bangun Masjid di Kampung Halaman dari Hasil Kerja di Tanah Perantauan

Megapolitan
Uniknya Seni Lukis Piring di Bekasi, Bermodalkan Piring Melamin dan Pensil Anak SD

Uniknya Seni Lukis Piring di Bekasi, Bermodalkan Piring Melamin dan Pensil Anak SD

Megapolitan
Sapi Kurban Mengamuk Saat Hendak Disembelih di Tangsel, Rusak Tiga Motor Warga

Sapi Kurban Mengamuk Saat Hendak Disembelih di Tangsel, Rusak Tiga Motor Warga

Megapolitan
Suasana Mencekam di Pasar Minggu Sore Ini, Dua Ormas Bentrok Lempar Batu dan Helm

Suasana Mencekam di Pasar Minggu Sore Ini, Dua Ormas Bentrok Lempar Batu dan Helm

Megapolitan
PKB Usung Supian Suri pada Pilkada Depok 2024 karena Hasil 'Survei Langitan'

PKB Usung Supian Suri pada Pilkada Depok 2024 karena Hasil "Survei Langitan"

Megapolitan
Marak Penjarahan Aset di Rusunawa Marunda, Pengelola Ungkap Tak Ada CCTV di Sana

Marak Penjarahan Aset di Rusunawa Marunda, Pengelola Ungkap Tak Ada CCTV di Sana

Megapolitan
Gang Venus Tambora Terlalu Padat Penduduk, Pemerintah Diminta Relokasi Warga ke Rusun

Gang Venus Tambora Terlalu Padat Penduduk, Pemerintah Diminta Relokasi Warga ke Rusun

Megapolitan
Demi Berkurban Sapi, Sugito Pedagang Siomay Menabung Dua Bulan Sebelum Idul Adha

Demi Berkurban Sapi, Sugito Pedagang Siomay Menabung Dua Bulan Sebelum Idul Adha

Megapolitan
Truk Sampah di Kota Bogor Disebut Tak Dapat Peremajaan Bertahun-tahun, padahal Berusia Tua

Truk Sampah di Kota Bogor Disebut Tak Dapat Peremajaan Bertahun-tahun, padahal Berusia Tua

Megapolitan
Pengelola Rusunawa Marunda Bakal Pasang Alat Kontrol Patroli untuk Cegah Penjarahan Berulang

Pengelola Rusunawa Marunda Bakal Pasang Alat Kontrol Patroli untuk Cegah Penjarahan Berulang

Megapolitan
Menunggu Berjam-jam di Masjid Istiqlal, Warga Kecewa Tak Ada Pembagian Daging Kurban

Menunggu Berjam-jam di Masjid Istiqlal, Warga Kecewa Tak Ada Pembagian Daging Kurban

Megapolitan
Sugito Tak Masalah Dapat Daging Kurban Sedikit: Yang Penting Orang di Lingkungan Kita Bisa Makan

Sugito Tak Masalah Dapat Daging Kurban Sedikit: Yang Penting Orang di Lingkungan Kita Bisa Makan

Megapolitan
Warga Jakbar Datang ke Masjid Istiqlal Berharap Kebagian Daging Kurban: Di Rumah Cuma Dapat 2 Ons

Warga Jakbar Datang ke Masjid Istiqlal Berharap Kebagian Daging Kurban: Di Rumah Cuma Dapat 2 Ons

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com