Akbar mengatakan, penumpang yang menggunakan angkutan non-transjakarta mencapai 80 persen. Namun, tidak didukung dengan kualitas yang layak.
"Kualitas sangat beda dengan transjakarta," ujar Akbar di Merdesa Institute/Newseum, Jakarta Pusat, Rabu (2/4/2014).
Akbar melanjutkan, pengguna kendaraan umum menginginkan kecepatan waktu. Pada saat menaiki angkutan umum, mereka justru merasa lama karena diajak ngetem atau menunggu lama tanpa kepastian. Padahal, angkutan umum harus cepat. Bila tidak, tidak akan ada orang yang naik angkutan umum.
Namun, tak dipungkiri, angkutan ini memungkinkan untuk ngetem seperti di persimpangan. Sebab, bila tidak begitu, sopir angkutan non-transjakarta sulit mendapatkan penumpang. Kalaupun harus mencari penumpang dengan berkeliling, uang sopir akan habis buat operasional saja.
Selain itu, tidak adanya subsidi pemerintah untuk bisnis angkutan umum membuat kelayakan semakin menurun bahkan hampir bangkrut.
Menurut Akbar, pengusaha bisnis angkutan umum sudah mengeluhkan susahnya mendapatkan penumpang. Beberapa penumpang memilih pindah ke kendaraan pribadi seperti motor karena pelayanan angkatan umum kurang bagus.
Akbar menceritakan, minggu lalu dia berbincang dengan pengusaha APTB Bogor-Jakarta. Mereka mengeluhkan penumpang APTB yang mulai berkurang. APTB dianggap tidak bisa menstabilkan pengguna transportasi massal di Jakarta. Sebab, APTB melintas di jalur yang sama dengan kendaraan pribadi, salah satunya di jalan tol yang setiap hari macet.
Pengguna APTB semakin tidak tertarik karena tidak ada kepastian waktu tiba atau mereka kecepatan yang pasti seperti commuterline. Saat ini, lanjut Akbar, penumpang lebih beralih pada kecepataan bukan kenyamanan. "Kenyamanan nomor sekian, yang utama kecepatan," kata Akbar.
Untuk menghilangkan dan memutarbalik angkutan umum jadi primadona, pemerintah harus siapkan pelayanan berkualitas. Menurut Akbar, jelas hal ini menjadikan kualitas layanan tidak baik dan tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi Dinas Perhubungan DKI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.