"Ini menandakan Pemkot gagal paham bahwa sebuah kota adalah ruang bersama. Tidak boleh ada arogansi sebuah kelompok dalam suatu ruang bersama tersebut," kata Rizal, bajak calon wali kota Depok, kepada para wartawan, Senin (8/9/2014).
Kota sebagai ruang bersama, menurut Rizal, memiliki aspek multikultural di dalamnya. Setiap keanekaragaman tersebut harus diberikan ruang yang sama. Rizal menambahkan, arogansi yang terjadi saat ini adalah salah satu bentuk politik identitas.
"Ada yang ingin mencoba untuk membunuh karakteristik Depok. Chastelein itu tidak bisa dihilangkan dari sejarah Depok. Sekarang kan karakter Depok jadi diarahkan seperti condong pada kelompok agama tertentu," kata Rizal.
Tugu Chastelein didirikan pada 28 Juni 1914 oleh Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) untuk memperingati HUT ke-200 Kota Depok. Akan tetapi, pada tahun 1960-an, tugu tersebut dihancurkan oleh warga karena dianggap sebagai simbol antek-antek Belanda.
Pada peringatan hari ke-300 Kota Depok, 28 Juni 2014, YLCC ingin membangun kembali tugu tersebut persis seperti sediakala, tak terkecuali kutipan harapan Chastelein.
Kutipan harapan yang menjadi asal muasal pertimbangan Pemkot Depok dalam melarang pendirian tugu Chastelein adalah kutipan perkataan Chastelein yang berbunyi "Mijn intentie is dat te Depok mettertijd een fraale Christenbevolking groele."
Yano Jonathans dari YLCC menerjemahkan kata-kata Chastelein menjadi: "Harapan saya kelak Depok jadi masyarakat Kristen yang sejahtera."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.