Pernyataan Tjipta membantah pernyataan pakar komunikasi politik lainnya, Emrus Sihombing, yang sebelumnya mengatakan DPRD berhak menyelidiki Ahok (sapaan Basuki) terkait dugaan pelanggaran etika.
"Hak angket adalah hak anggota Dewan untuk menyelidiki kebijakan pemerintah yang berdampak terhadap masyarakat luas. Etika bukan masuk dalam kebijakan pemerintah. Jadi rekan saya Emrus salah. Dia tidak mengerti," kata Tjipta saat pemaparannya dalam rapat angket, di Gedung DPRD DKI, Jumat (27/3/2015).
Menurut Tjipta, hak angket yang bisa dilakukan oleh DPRD adalah yang terkait dengan dugaan kesalahan yang dilakukan Ahok dalam kebijakan yang ia ambil. "Kalau terkait RAPBD 2015, iya. Jelas sekali itu kebijakan pemerintah. Jadi bisa diangketkan," ujar Tjipta.
Tidak hanya itu, Tjipta mengatakan, seseorang yang melanggar etika tidak bisa mendapatkan sanksi hukum. Sebab, kata dia, seseorang yang dianggap melanggar etika oleh suatu kelompok masyarakat tidak serta-merta dianggap sama oleh kelompok masyarakat yang lain. (Baca: DPRD Tepuk Tangan Satu Menit Kala Ahok Disebut Tak Pantas Jadi Gubernur)
Selain itu, menurut Tjipta, pelanggar etika tidak serta-merta dianggap melanggar moral. Sebab, kedudukan moral jauh lebih tinggi dari etika, dan nilai moral berlaku universal. (Baca: Dapat Komentar Jelek dari Pembaca Berita, Emrus Bantah Dibayar DPRD DKI)
"Moralitas berlaku universal, sedangkan etika hanya berlaku pada sebuah komunitas tertentu. Ada etika keluarga, etika kantor, etika organisasi, ada juga etika bangsa. Etika bersifat dinamis, bisa berubah-ubah. Kalau moralitas lebih baku. Karena itu, orang yang melanggar etika tidak bisa dipenjara, tidak bisa dipidana, tapi hanya mendapatkan sanksi sosial," terangnya dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.