JAKARTA, KOMPAS — Model pengembangan kawasan terpadu yang akan diterapkan di Kampung Bandan dan Manggarai sudah pernah diterapkan di Jakarta, tetapi gagal. Sebut saja kasus di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Kompleks hunian vertikal di atas lahan seluas 12,5 hektar yang awalnya untuk masyarakat menengah ke bawah tersebut kini justru disesaki penghuni bermobil pribadi.
Stasiun Duren Kalibata yang sempat dirancang sebagai sentra transportasi warga sekitar, termasuk warga kompleks hunian Kalibata City, justru sepi peminat. Alih pemilik atau penghuni begitu cepat, bahkan ada unit rusun disewakan harian hingga tahunan.
Pada Kamis (18/6), ada papan pengumuman bertuliskan "Disewakan" dengan keterangan nomor telepon yang terpasang di salah satu unit rumah susun. Di sekitar rumah susun terlihat deretan mobil dan orang berlalu lalang dengan dandanan necis.
Donny, pegawai salah satu perusahaan properti, mengatakan, hunian di Kalibata City terdiri dari dua jenis, yakni Kalibata Residences dan apartemen Green Palace.
Kalibata Residences adalah rumah susun sederhana milik (rusunami) yang dibangun dengan uang subsidi dari pemerintah daerah sehingga harganya tergolong murah, yakni Rp 100 juta-Rp 200 juta per unit. Sementara apartemen Green Palace tidak bersubsidi. Harganya lebih dari Rp 300 juta per unit. Itu daftar harga saat kompleks ini dibuka tahun 2009.
Yang membedakan dua jenis hunian itu adalah fasilitas penunjang. Apartemen Green Palace dibangun dengan fasilitas jaringan keamanan, kolam renang, dan fasilitas peralatan fitness. Lobinya pun berbeda, dibuat lebih mewah dengan petugas keamanan siaga 24 jam.
Meski fasilitas tak selengkap apartemen, rumah susun Kalibata Residences tetap diminati warga Jakarta. Hal itu karena lokasinya yang strategis dan dekat dengan pusat perbelanjaan dan Stasiun Kalibata.
Awalnya, kata Donny, untuk memiliki rumah susun di Kalibata City pemilik harus penduduk asli DKI Jakarta dan memiliki pendapatan rendah. Pemilik rusun tak boleh menjual atau menyewakan unit kepada pemilik lain. Hal ini berbeda dengan apartemen yang bebas diperjualbelikan dan disewakan.
Kenyataannya, ratusan rusun disewakan. Donny, misalnya, menawari Kompas menyewa salah satu unit di kompleks rusunami Kalibata City dengan harga Rp 3 juta per bulan. "Pemiliknya menyewakan hunian untuk tambahan pemasukan. Mereka tinggal di tempat lain," katanya.
Pelajaran berharga
Kasus Kalibata ini sebaiknya menjadi pelajaran berharga dan perlu dicari solusinya. Dengan demikian, saat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT KAI mengembangkan kawasan terpadu (transit oriented develpoment/TOD) di Manggarai, Jakarta Selatan, ataupun di Kampung Bandan, Jakarta Utara, kesalahan sama tak akan terulang.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta Tuty Kusumawati menegaskan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2013-2017 telah mengamanatkan peningkatan kapasitas dan kualitas sarana prasarana Kota Jakarta, antara lain ditandai dengan beroperasinya sistem transportasi yang efisien. Tujuan itu dicapai dengan mengembangkan jaringan transportasi yang saling terhubung.
Di Kampung Bandan, stasiun KA bakal menjadi sentral layanan transportasi karena akan ada moda transportasi KRL Jabodetabek serta MRT Lebak Bulus- Kampung Bandan. Nantinya kawasan itu juga akan dilewati jaringan bus transjakarta.
Pekerjaan rumah penting adalah bagaimana mengintegrasikan kedua moda itu sekaligus dengan angkutan reguler yang ada agar meminimalisasi penggunaan kendaraan pribadi.
Lurah Ancol Sumpeno menuturkan, terdapat sekitar 2.000 keluarga lebih di kawasan Kampung Bandan. Mereka telah menetap di kawasan itu sejak 1970. Sebagian dari mereka telah digusur sebelumnya, tetapi kembali lagi pada awal 2000.