Padahal, di satu sisi, notaris serta pejabat pembuat akta tanah (PPAT) sudah menyetujui pembelian tanah itu.
"Sederhana, saya bilang saja sama Pak Agus Suradika (Kepala Badan Kepegawaian DKI) kalau ada yang menawarkan sertifikat tanah kepada DKI dan si pejabat enggak mau beli, padahal notaris dan PPAT sudah oke, (oknum pejabat) langsung dijadikan staf saja, dipindah ke Badan Pendidikan Latihan (Badiklat). TKD (tunjangan kinerja daerah) juga dihapus semuanya, kami mau hemat anggaran sampai Rp 5 triliun," kata Basuki, di Balai Kota, Senin (29/6/2015).
Basuki mengatakan, beberapa oknum pejabat masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang pembebasan lahan.
Di dalam aturan tersebut terdapat klausul pemerintah harus melakukan sosialisasi terlebih dahulu sebelum membeli tanah.
Namun, lanjut Basuki, peraturan itu seharusnya tidak berlaku jika kasusnya ada pihak yang mau menjual tanahnya kepada DKI.
Bahkan pada zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah diterbitkan Perpres Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Dalam aturan itu, lanjut dia, pembelian lahan di bawah luas 5 hektar tidak perlu mengikuti aturan UU Nomor 2 Tahun 2012.
"Kami tinggal bayar notaris saja. Sekarang kalau saya mau gusur Anda, berarti saya harus sosialisasi. Tetapi kalau Anda datang bawa sertifikat tanah lengkap, jual tanah ke kami, perlu lagi enggak saya sosialisasi (pembelian tanah)? Artinya ada 10 persen buat komisi (oknum pejabat SKPD)," kata pria yang biasa disapa Ahok itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.