JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah warga berjubah hitam dan bersorban berkumpul di sebuah rumah bertingkat tiga di Jl. Bougenville No.16, Rt 007/06, Rawa Badak Selatan, Koja, Jakarta Utara.
Rumah milik salah satu anggota yang dituakan, bapak Baidaba itu menjadi tempat bagi jemaah Yayasan Majelis Zikir Latiful Akbar merayakan hari raya Idul Fitri 1436 Hijriyah, Kamis (16/7/2015).
"Ya benar, kita merayakan Lebaran hari ini. Tadi jam (pukul) 7 sudah melaksanakan Shalat Id berjamaah," ujar Ketua majelis, Dedi Lazuardi (48).
Jika dilihat dari luar, puluhan motor terparkir di depan rumah yang ditutupi tirai kain hitam. Tidak terlihat aktivitas lain dari warga sekitar, kecuali enam orang petugas dari tiga pilar, pemerintahan, polisi dan TNI yang berjaga tak jauh dari rumah tersebut.
Di balik tirai, terdapat para jemaah lelaki dewasa yang mengenakan jubah hitam dengan sorban ala Turki. Jemaah perempuan juga berjubah hitam dilengkapi hijab dan cadar.
Mereka menikmati hidangan Lebaran, seperti lontong, gulai, sirup dan makanan lainnya. Dari luar, terlihat jelas ornamen kaligrafi dan foto-foto sosok muslim hingga tokoh dari majelis yang dihormati.
Meski berbeda dari jadwal yang ditetapkan pemerintah, Dedi menuturkan, penentuan tanggal 1 Syawal bagi majelis Zikir Latiful Akbar, telah dilakukan sejak bulan Rajab (bulan ke tujuh dalam kalender islam).
Menurut Dedi, dalam menentukan tanggal satu Syawal agak susah. Sehingga majelis tersebut mengamati hilal secara keseluruhan bulan. Namun, tetap berdasarkan rukyat dan hisab.
"Jadi tidak cuma pas tanggal satu aja yang kita amati," ungkap pria asal Magelang tersebut.
Majelis yang terbentuk sejak tahun 2001 tersebut, kata Dedi, terdapat sembilan kota. Selain Jakarta, majelis juga ada di Bogor, Jawa Barat, Medan (Batubara) Sumatera Utara, Dumai dan Batam di Riau.
Di Sulawesi, terdapat di Bone, Palopo, dan Kolaka. Bahkan, ada majelis juga di negara Singapura. Totalnya, rata-rata anggota majelis di masing-masing wilayah berkisar 300 orang.
"Untuk di Jakarta, kebanyakan di daerah Depok, Kemayoran, Cijantung, dan menyebar di daerah lain juga. Di sini (Koja) pusatnya," beber pria yang ditasbihkan sebagai ketua majelis sejak awal tersebut terbentuk tersebut.
Terkait aliran majelis yang dipimpinnya, Dedi mengatakan, ingin mencontoh Ahlul Bait atau keluarga nabi Muhammad dalam arti luas. Meliputi istri-istri dan cucu-cucunya, seperti Ali, Siti Fatimah, Hasan dan Husein.
Saat dtanyakan misi dari majelis tersebut. Dedi mengaku ingin menegakkan hukum Allah, termasuk menggunakan seluruh ajaran murni berdasarkan kitab suci Alquran.
"Seharusnya kita menerapkan semua aturan yang ada di Alquran. Tapi, sadar ngga sadar, kita justru memakai hukum yang lain," paparnya.
Ditemui terpisah, salah satu tetangga, Yusri (46), mengaku tidak merasa terganggu dengan aktivitas majelis yang berlokasi tepat di depan rumahnya tersebut. Dia mengaku menghargai perbedaan yang terjadi.
"Enggak kok, enggak merasa terganggu. Soalnya sudah lama juga mereka aktif di sana," ungkap warga yang menetap sejak tahun 2000 tersebut.
Warga lainnya, Carlos (28), meyakini bahwa majelis tersebut sudah ada sejak sebelum tahun 2001. Namun, saat itu aktivitas yang dilakukan masih sembunyi-sembunyi.
"Sudah lama, tapi kecil-kecilan, ya sembunyi-sembunyilah istilahnya. Sejauh ini, tidak ada protes dari warga. Ya, selama tidak menggangu ketertiban umum, enggak masalahlah," timpal Carlos.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.