Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapolda Tito Gerah dengan Istilah "Salah Tangkap"

Kompas.com - 02/08/2015, 14:31 WIB
Tangguh Sipria Riang

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian "gerah" terkait pemberitaan salah tangkap tukang ojek di wilayah hukum Polres Jakarta Timur (Jaktim) beberapa waktu lalu.

Menurut Tito, hal tersebut terlalu menyudutkan polisi selaku institusi yang bertugas melakukan penangkapan dan penyidikan. "Kalau salah tangkap, artinya polisi saja dong yang salah," ujar Tito kepada Kompas.com melalui telepon selulernya, Minggu (2/8/2015).

Menurut Tito, selain polisi, pihak kejaksaan dan Pengadilan Negeri (PN) juga termasuk dalam komponen yang terlibat dalam menindaklanjuti proses hukum sebuah perkara.

Proses penanganan suatu perkara, kata Tito, pasti akan melalui tiga tahapan, yaitu proses penyidikan (polisi), penuntutan (kejaksaan), dan peradilan (PN), sehingga saat terjadi dugaan lain terkait proses hukum yang berlangsung, perlu diusut secara spesifik pada ketiga institusi tersebut.

"Istilahnya, miscarriage of justice (suatu kegagalan mencapai keadilan). Itu biasa terjadi dalam proses persidangan perkara pidana di Indonesia," kata mantan Kapolda Papua tersebut.

Tito mengatakan, kasus tersebut belum dapat disimpulkan sebagai salah tangkap, mengingat saat ini proses hukumnya masih berlanjut dan belum dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).

"Proses hukumnya kan masih terus berlangsung. Nanti setelah kasus inkrah baru bisa disebut miscarriage of justice. Apakah ada dugaan salah tangkap atau dugaan lainnya," tutur mantan Kadensus 88 Antiteror tersebut.

Sebelumnya, hakim Pengadilan Tinggi mengabulkan banding lembaga bantuan hukum (LBH) kasus dugaan salah tangkap terhadap tukang ojek Dedi. Dedi dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan dari hukumannya.

Sementara itu, hakim juga memutuskan jika tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) tidak sah. Hal tersebut tertuang dalam rilis Nomor 142/PID/2015/PT.DKI Jo No.1204/Pid.B/2014/.

Kasus Dedi bermula saat terjadi keributan antara dua sopir angkot di pangkalan ojek sekitar Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur, 18 September 2014 lalu. Meski berhasil dilerai, salah satu sopir angkot yang berkelahi itu pulang dan datang lagi dengan membawa senjata.

Sopir itu pun dikeroyok sejumlah tukang ojek dan sopir angkot lainnya hingga tewas.  Tujuh hari setelahnya, petugas dari Kepolisian Resor Metro Jaktim mengejar pelaku yang diketahui bernama Dodi, seorang sopir angkot. 

Namun, bukan menangkap Dodi, polisi justru menangkap Dedi yang saat kejadian sudah pulang ke rumahnya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Meski demikian, proses hukum tetap berjalan hingga Dedi divonis bersalah oleh hakim di PN Jaktim dan dijebloskan ke Rutan Cipinang.

Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Propam Polda Metro Jaya Komisaris Besar Janner Pasaribu menyebut anggotanya tengah turun untuk menyelidiki kasus tersebut. Hingga saat ini, Janner enggan berbicara banyak soal masalah tersebut. "Anggota lagi menyelidiki. Itu saja yang bisa disampaikan," kata Janner.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Megapolitan
Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Megapolitan
Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Megapolitan
Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Megapolitan
Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal 'Numpang' KTP Jakarta

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal "Numpang" KTP Jakarta

Megapolitan
Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Megapolitan
Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Megapolitan
Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Megapolitan
NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

NIK Ratusan Warga di Kelurahan Pasar Manggis Dinonaktifkan karena Tak Sesuai Domisili

Megapolitan
Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Pendeta Gilbert Lumoindong Kembali Dilaporkan atas Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com