Menurut Tito, hal tersebut terlalu menyudutkan polisi selaku institusi yang bertugas melakukan penangkapan dan penyidikan. "Kalau salah tangkap, artinya polisi saja dong yang salah," ujar Tito kepada Kompas.com melalui telepon selulernya, Minggu (2/8/2015).
Menurut Tito, selain polisi, pihak kejaksaan dan Pengadilan Negeri (PN) juga termasuk dalam komponen yang terlibat dalam menindaklanjuti proses hukum sebuah perkara.
Proses penanganan suatu perkara, kata Tito, pasti akan melalui tiga tahapan, yaitu proses penyidikan (polisi), penuntutan (kejaksaan), dan peradilan (PN), sehingga saat terjadi dugaan lain terkait proses hukum yang berlangsung, perlu diusut secara spesifik pada ketiga institusi tersebut.
"Istilahnya, miscarriage of justice (suatu kegagalan mencapai keadilan). Itu biasa terjadi dalam proses persidangan perkara pidana di Indonesia," kata mantan Kapolda Papua tersebut.
Tito mengatakan, kasus tersebut belum dapat disimpulkan sebagai salah tangkap, mengingat saat ini proses hukumnya masih berlanjut dan belum dinyatakan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
"Proses hukumnya kan masih terus berlangsung. Nanti setelah kasus inkrah baru bisa disebut miscarriage of justice. Apakah ada dugaan salah tangkap atau dugaan lainnya," tutur mantan Kadensus 88 Antiteror tersebut.
Sebelumnya, hakim Pengadilan Tinggi mengabulkan banding lembaga bantuan hukum (LBH) kasus dugaan salah tangkap terhadap tukang ojek Dedi. Dedi dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan dari hukumannya.
Sementara itu, hakim juga memutuskan jika tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) tidak sah. Hal tersebut tertuang dalam rilis Nomor 142/PID/2015/PT.DKI Jo No.1204/Pid.B/2014/.
Kasus Dedi bermula saat terjadi keributan antara dua sopir angkot di pangkalan ojek sekitar Pusat Grosir Cililitan (PGC), Jakarta Timur, 18 September 2014 lalu. Meski berhasil dilerai, salah satu sopir angkot yang berkelahi itu pulang dan datang lagi dengan membawa senjata.
Sopir itu pun dikeroyok sejumlah tukang ojek dan sopir angkot lainnya hingga tewas. Tujuh hari setelahnya, petugas dari Kepolisian Resor Metro Jaktim mengejar pelaku yang diketahui bernama Dodi, seorang sopir angkot.
Namun, bukan menangkap Dodi, polisi justru menangkap Dedi yang saat kejadian sudah pulang ke rumahnya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Meski demikian, proses hukum tetap berjalan hingga Dedi divonis bersalah oleh hakim di PN Jaktim dan dijebloskan ke Rutan Cipinang.
Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Propam Polda Metro Jaya Komisaris Besar Janner Pasaribu menyebut anggotanya tengah turun untuk menyelidiki kasus tersebut. Hingga saat ini, Janner enggan berbicara banyak soal masalah tersebut. "Anggota lagi menyelidiki. Itu saja yang bisa disampaikan," kata Janner.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.