Kepolisian Timor Leste mengaku sudah menangkap dua perempuan Indonesia yang membawa narkoba ke negara itu.
"Kemarin ada perwakilan Polisi Timor Leste datang. Beliau melaporkan bahwa jaringan sindikat internasional Nigeria yang pakai kurir-kurir wanita Indonesia, sudah mulai masuk ke Timor Leste," kata Dedi, kepada wartawan, di kantor BNN, Cawang, Jakarta Timur, Jumat (7/8/2015).
Dedi mengatakan, ini menambah daftar panjang kasus WNI yang tertangkap di luar negeri dalam kasus narkoba. Menurut Dedi, Kementerian Luar Negeri menyatakan sebanyak 212 warga Indonesia telah ditangkap di luar negeri karena masalah narkoba.
"Yang paling banyak wanita asal Indonesia yang tertangkap. Mereka tidak bisa mengelak karena barang bukti ada padanya," ujar Dedi.
Dedi menyebutkan, bandar-bandar narkoba tertarik menggunakan perempuan Indonesia sebagai kurir. Salah satu modus yang paling sering memacari perempuan Indonesia. Ada pula yang memberi imbalan uang.
"Sekarang begitu terkenal di Asia Pasifik, (wanita Indonesia) sebagai kurirnya orang Nigeria. Kenapa? Apakah karena kondisi ekonomi, keadaan, atau kelihaian laki-laki Nigeria yang tebar pesona? Karena tidak sedikit banyak yang ternyata benar karena jatuh cinta," ujar Dedi.
Dedi berharap Komnas Perempuan berperan dalam pencegahan ini. Masih adanya perempuan yang terjerat kasus narkoba itu disebabkan pelaksanaan hukum di Indonesia yang belum tegas terhadap pengedar narkoba. Ancaman hukuman mati, kata Dedi, kadang diganti dengan penjara beberapa tahun saja.
"Sebelum pemerintahan Pak Jokowi, enggak ada yang dieksekusi mati, paling satu dua, kenapa, karena vonisnya dapat ditunda dengan banding, kemudian PK (peninjauan kembali) lagi. Dan tidak menutup kemungkinan selama proses hukum ada upaya dengan uang. Karena (pengedar) ini punya uang tidak terbatas (banyak)," ujarnya.
Ia mengingatkan kasus Abdulah, bandar narkoba yang kabur dari penjara BNN. Abdulah memiliki kekayaan ratusan miliar rupiah.
Oleh karenanya, pelaksanaan hukuman mati menurutnya sudah pas bagi para pengedar dan bandar. Bukan semata hanya vonis tanpa eksekusi.
"Vonis hukuman mati tidak membuat jera. Tapi yang buat jera, eksekusi. Sehingga berhenti total itu. Kemudian dengan (pasal) TPPU, dimiskinkan mereka," ujar Dedi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.