Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansah mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI tidak dapat membuat perda untuk mendukung ojek sebagai angkutan umum. Sebab, undang-undang mengenai hal itu sendiri juga belum tersedia.
"Semua kan diatur dalam undang-undang. Kalau UU mengatakan tidak, ya perdanya tidak. Klo UU bilang bisa, ya perdanya bisa. Kalau seumpama UU bilang tidak boleh, tidak diatur, tiba-tiba bikin perda yang bertolak belakang, nanti kalau terjadi apa-apa gimana?" ujar Andri ketika dihubungi, Jumat (14/8/2015).
Dengan demikian, untuk dapat membuat perda soal ojek berbasis aplikasi ataupun ojek konvensional, dibutuhkan revisi terlebih dahulu terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Andri pun mengatakan, proses revisi UU itu pun sampai saat ini belum mulai. Sebab, hal itu butuh inisiatif dari pemerintah terlebih dahulu. Bisa saja, masyarakat mengadu kepada anggota DPR RI mengenai kebutuhan ini mereka merevisi UU. Jika anggota DPR RI itu mendengar aspirasi masyarakat dan berinisiatif untuk mengajukan revisi UU, hal itu bisa dilakukan.
"Makanya, saya belum bisa menyalahkan pemerintah karena memang belum ada pengajuan dari masyarakat," ujar Andri.
Sebelumnya, dua perusahaan pengelola ojek berbasis aplikasi, yaitu PT Grab Taxi dan PT Gojek Indonesia, sedang melakukan proses rekrutmen pengemudi dalam jumlah besar. Sebagai contoh, ribuan orang memadati pelataran parkir barat kompleks Stadion Utama Gelora Bung Karno, Rabu (12/8/2015). Mereka berharap dapat diterima menjadi salah satu pengojek dalam perekrutan massal Grab Bike Kingdom yang digelar PT Grab Taxi.