"Mesti disadari oleh Gubernur Ahok dan aparatnya bahwa DKI penyerapan terendah, APBD dengan Pergub pula," ujar Taufik di gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Senin (5/10/2015).
Taufik menilai, masyarakat Jakarta yang paling merugi akibat hal ini. Sebab, pembangunan untuk mereka tidak ada. Tingginya penyerapan anggaran merupakan indikator lancarnya pembangunan seperti yang telah direncanakan dalam APBD.
Sampai saat ini, penyerapan anggaran di Provinsi DKI Jakarta baru sekitar 19 persen. Taufik mengatakan, sebagian besar anggaran yang terserap digunakan untuk belanja pegawai saja.
"Mungkin belanja untuk masyarakatnya hanya 5 persen, ini namanya sampai dengan September, Gubernur gagal," ujar dia.
Sebelumnya, memasuki akhir tahun 2015, sedikit demi sedikit tingkat penyerapan anggaran mulai meningkat. Namun, ada beberapa daerah yang penyerapan anggarannya tak menunjukkan perbaikan.
Salah satunya adalah DKI Jakarta yang tak lepas dari posisi buncit sejak bulan Juli 2015 lalu hingga saat ini.
Berdasarkan data Dirjen Bina Keuangan Daerah, lima daerah dengan tingkat penyerapan anggaran tertinggi adalah Gorontalo (63,1 persen), Maluku Utara (63 persen), Kalimantan Tengah (62,9 persen), Nusa Tenggara Timur (57,6 persen), dan Sulawesi Tenggara (56,9 persen).
Sementara itu, lima daerah dengan penyerapan anggaran terburuk adalah DKI Jakarta (19,39 persen), Papua (21,74 persen), Kalimantan Utara (23,7 persen), Papua Barat (28,86 persen), dan Riau (29,8 persen). Pada bulan Juli lalu, DKI Jakarta juga menjadi daerah terburuk dalam hal penyerapan anggaran.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.