Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Laporan terhadap Kepala BPK DKI Tak Ada Hubungan dengan Ahok

Kompas.com - 11/11/2015, 14:39 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas memastikan laporan soal dugaan pelanggaran kode etik Kepala BPK Perwakilan DKI Jakarta, EDN, murni dari masyarakat.

EDN dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Kode Etik BPK RI karena diduga menggunakan jabatannya memanfaatkan tanah sengketa demi mengeruk keuntungan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI.

"Jadi, kalau teman-teman media tanya, apa ada hubungan laporan ini dengan Gubernur DKI Jakarta, itu tidak benar. Kami hanya ingin pejabat BPK harusnya independen dan bebas dari kepentingan apapun, termasuk kepentingan pribadi," kata Firdaus kepada pewarta, Rabu (11/11/2015) siang.

Sebelumnya sempat mencuat konflik antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dengan BPK DKI terkait audit pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat.

Pria yang akrab disapa Ahok itu menyebut BPK DKI tendensius dalam melakukan audit. Pihak BPK DKI membantah tudingan Ahok.

Meski begitu, Kepala BPK DKI tetap dilaporkan Ahok ke Majelis Kehormatan Kode Etik BPK RI.

Hal yang sama dilakukan oleh ICW hari ini, tetapi dalam konteks permasalahan yang berbeda, yaitu soal lahan di TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur.

Sebelumnya dijelaskan, kecurigaan ICW berawal dari tahun 2005, di mana lahan di TPU Pondok Kelapa seluas 9.618 meter persegi itu dibeli oleh EDN dari warga.

[Baca: ICW Laporkan Kepala BPK DKI Terkait Lahan TPU Pondok Kelapa]

Saat itu, EDN masih menjadi staf BPK di tempat lain. Awalnya lahan itu terdiri dari mepat bidang. EDN membeli dari tiga pemilik lahan di sana. Ada satu orang yang memiliki dua bidang tanah.

Tidak lama setelah EDN membeli tanah tersebut, dia menawarkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI agar tanah itu dibeli.

EDN menawarkan lahan itu dengan enam kali bersurat ke gubernur dan pejabat Pemprov DKI saat itu. Surat diajukan sejak tahun 2005 hingga tahun 2013.

Namun, Pemprov DKI menolak membeli karena tanah itu masih dalam status sengketa.

Setelah ditolak, EDN menyurati Kepala BPK Perwakilan DKI saat itu agar segera memeriksa status tanah di sana.

Surat dikirim pada tahun 2013. Namun hingga bulan Agustus 2014, BPK DKI tidak mengeluarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

LHP baru keluar ketika EDN menjabat sebagai Ketua BPK DKI, akhir tahun 2014.

ICW melihat, ada kemiripan substansi antara surat pribadi EDN kepada Pemprov DKI dengan temuan LHP BPK DKI yang dikeluarkan saat dirinya sudah menjabat.

Atas dasar itu, ICW menduga EDN menggunakan kewenangannya sebagai pejabat strategis BPK DKI untuk memeriksa status tanah pribadinya sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Sekolah

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Sekolah

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Megapolitan
Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Megapolitan
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Megapolitan
Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke Jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Megapolitan
BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Megapolitan
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Megapolitan
Duka pada Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka pada Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antarpribadi

Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antarpribadi

Megapolitan
Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat Dalam Koper di Cikarang

Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat Dalam Koper di Cikarang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com