JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang kasus uninterruptible power supply (UPS) yang berlangsung hari ini juga mengundang Wiryatmoko yang dulu menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Sekretaris Daerah sebelum Saefullah.
Kepada Wiryatmoko, pengacara terdakwa Alex Usman terus bertanya tentang keterlibatan Andi Baso, orang yang dulu merupakan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
"Saya mau tanya di-BAP disebutkan pada bulan Agustus Andi Baso melapor kepada bapak sebagai Ketua TAPD secara lisan bahwa RAPBD-P hasil eksekutif sudah selesai. Andi Baso lapor ke Bapak bahwa anggaran sudah siap dibawa ke legislatif dan bapak lanjut melaporkan itu ke Gubernur, benar Pak?" ujar pengacara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (10/12/2015).
Wiryatmoko menjawab bahwa ada sedikit kesalahan dalam BAP tersebut. Saat pemeriksaan oleh penyidik, dia salah mengingat.
Pada BAP disebut bahwa dia menjabat sebagai Plt. Sekda pada 12 September 2014. Padahal, seharusnya pada 11 Juli 2014. Dia baru mengingat itu ketika melihat SK yang ada di rumah.
Sehingga, benar bahwa Andi Baso pernah mengucapkan itu. Namun, saat itu kapasitas Wiryatmoko bukan lagi Plt Sekda sekaligus Ketua TAPD. Wiryatmoko hanya menjabat sebagai asisten pemerintahan saja.
"Jadi saya sampaikan karena kebetulan saya menjabat dua jabatan kemarin, fungsi saya bukan Plt sekda tapi asda," ujar dia.
Hakim Ketua Sutarjo pun meminta pengacara tidak lagi mendesak itu. Sebab, sudah jelas diketahui bahwa komunikasi Amdi Baso dengan Woryatmoko bukan atas kapasitas sebagai Ketua TAPD. Kemudian, pengacara kembali bertanya hal-hal prosedur kepada Wiryatmoko. Dia mengaitkan peran Andi Baso sebagai Kepala Bappeda dengan Alex Usman sebagai Ketua PPK (Pejabat Pembuat Komitmen).
"Pak, yang bisa memasukan rincian kegiatan itu siapa? PPK atau Bappeda?" ujar pengacara. "Bappeda pak," ujar Wiryatmoko. "Itu sudah sistem ya pak,". "Itu sudah baku seperti itu pak,". "Peran PPK apa kalau begitu pak?". "Sebelum dimasukan kan ada tahapan konsultasi PPK dengan Bappeda pak".
Pertanyaan-pertanyaan itu seolah ingin menunjukan peran Bappeda dalam kasus ini.
"Pak, kalau seandainya di sistem e-budgeting muncul laptop dengan pagu Rp 10 miliar. Apa mungkin Bappeda enggak tahu," tanya pengacara. "Mestinya tahu pak," jawab Wiryatmoko. "Kalau Bappeda engga tahu itu lalu dilelang bisa tidak?". "Mestinya enggak bisa,".
Dalam kasus pengadaan UPS pada APBD-P 2014, Bareskrim telah menetapkan empat tersangka, yaitu dua tersangka dari pihak eksekutif, yaitu Alex Usman dan Zaenal Soleman.
Alex diduga melakukan korupsi saat menjabat sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan UPS Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat, sedangkan Zaenal saat menjadi PPK pengadaan UPS Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat.
Sementara itu, dua tersangka lainnya ialah dari pihak DPRD, yaitu Muhammad Firmansyah dari Fraksi Partai Demokrat dan Fahmi Zulfikar dari Fraksi Partai Hanura. Keduanya diduga terlibat dalam kasus UPS saat sama-sama menjabat di Komisi E DPRD DKI periode 2009-2014.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.