JAKARTA, KOMPAS.com - Perputaran uang dari lapak-lapak judi yang ada di Kalijodo disebut mencapai sekitar Rp 500 Juta setiap harinya. Cukup tingginya angka perputaran uang di Kalijodo mengindikasikan bahwa kawasan tersebut bukan arena perjudian "kelas teri".
"Uang Rp 100.000 di lapak judi Kalijodo tidak ada artinya. Orang sekali main bisa pasang Rp 10 Jutaan. Memang gila-gilaan," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti dalam bukunya, Geger Kalijodo.
Menurut Krishna, besarnya perputaran uang di Kalijodo inilah yang membuat para pemilik lapak dapat "mengamankan" aparat keamanan.
Krishna menyebut para pemilik lapak tak segan-segan untuk membagi keuntungannya kepada oknum aparat, baik dari institusi kepolisian, TNI, maupun pemerintah daerah.
"Karena itulah saya menyebut kawasan judi ini dengan istilah 'ATM Nasional'. Ibaratnya, semua lapisan ikut menikmati uang panas tersebut," ujar dia.
Krishna, yang sempat menjabat sebagai Kapolsek Metro Penjaringan, mengaku sempat melarang keras anggotanya mengambil jatah dari lapak judi di Kalijodo. (Baca: PSK Kalijodo Bergantian Gunakan Kamar 2x1 Meter untuk Layani Tamu )
Menurut Krishna, saat awal ia menjabat sebagai Kapolsek, ada beberapa anak buahnya yang kerap yang meminta jatah ke pemilik lapak judi. Namun, mereka tidak mendatangi langsung lapak-lapak judi di Kalijodo.
"Mereka tidak datang ke lokasi perjudian, tapi hanya mampir di mulut Gang Kambing, yang terletak di antara Jalan Raya Angke, Jalan Bidara Cina, yang menjadi pintu masuk ke lokasi-lokasi judi," ujar dia.
*Tulisan ini diambil dari buku karya Krishna Murti yang berjudul "Geger Kalijodo"