JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Cyrus Network, Hasan Nasbi, mempertanyakan mengapa isu deparpolisasi baru muncul belakangan ini. Padahal, calon perseorangan pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sudah ada sejak dulu.
"Isu deparpolisasi ini muncul ketika ada satu parpol merasa panik karena sebelumnya sudah pede bakal usung calon terkuatnya di Jakarta. Tapi ternyata calon terkuat itu maju melalui calon per seorangan," kata Hasan, dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan MMD Initiative, di Manggarai, Rabu (30/3/2016).
Bahkan, lanjut dia, pada Pilkada serentak 2015 lalu ada ketua partai yang maju lewat perseorangan dan berhasil menang. Namun, tidak ada isu deparpolisasi yang muncul.
Selain itu, lanjut dia, isu deparpolisasi juga tidak muncul ketika kandidat itu belum memiliki popularitas tinggi.
"Tapi di Jakarta, ketika kandidat terkuat maju perseorangan dan tidak memutuskan ikut partai, langsung muncul kepanikan. Satu partai asal bicara mengatakan perseorangan sebagai pelemahan partai," kata Hasan.
Ia menyebut, pelemahan partai muncul dari perilaku elite parpol itu sendiri. Hasan mengatakan, partai tak jauh beda dengan BUMN. Di mana jika kalah bersaing akan meminta proteksi negara.
"Kalau elite parpol tidak mau berubah dan tidak ada kepercayaan publik kepada parpol, parpol hanya akan terus menguras negara," kata Hasan.
Sekretaris DPD PDI-P DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi sebelumnya menilai adanya upaya deparpolisasi yang dibangun di Indonesia.
Indikator itu ketika adanya upaya untuk meniadakan peran partai politik dalam pemilihan kepala daerah.
Hal ini disampaikan Prasetio dalam menanggapi langkah relawan pendukung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Teman Ahok.
"Deparpolisasi ini bahaya dan PDI-P pasti akan melawan deparpolisasi," kata Prasetio.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.