Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Meterai Per Lembar Dukungan Batal, "Teman Ahok" Apresiasi KPU

Kompas.com - 20/04/2016, 18:46 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kelompok relawan pasangan Basuki Tjahaja Purnama dan Heru Budi Hartono dalam Pilgub DKI 2017, "Teman Ahok", mengaku tidak keberatan dengan keputusan KPU terkait aturan pembubuhan meterai dalam dokumen dukungan calon kepala daerah lewat jalur perseorangan.

KPU akhirnya memutuskan meterai hanya dibubuhkan dalam dokumen B1 KWK atau dokumen kolektif per desa atau kelurahan.

Dengan aturan itu, Teman Ahok hanya perlu mengeluarkan dana sekitar Rp 1.500.000 untuk membubuhkan meterai dalam dokumen B1 KWK seluruh kelurahan di Jakarta.

"Kami mampulah," kata Singgih Widiyastomo, juru bicara Teman Ahok, dalam dialog di Kompas TV, Rabu (20/4/2016).

Singgih mengatakan, awalnya pihaknya sempat kaget ketika mendengar informasi soal aturan baru dalam draf perubahan kedua atas Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah.

Draf itu ditambahkan satu ayat. Dalam Pasal 14 ayat 8 disebutkan bahwa meterai juga dibubuhkan pada surat dukungan perseorangan.

Substansi draf itu muncul ketika KPU melakukan uji publik pada Selasa (20/4/2016). (Baca: KPU Ingin Dukungan Bakal Calon Perseorangan Pakai Meterai)

Jika aturan itu diterapkan, kata Singgih, pihaknya mesti mengeluarkan uang Rp 6 miliar sampai Rp 7 miliar hanya untuk membeli meterai.

Ahok juga sempat keberatan atas rencana KPU tersebut. (Baca: Ahok Anggap Aturan Meterai KPU Bikin Bangkrut Calon Independen)

Dana sebesar itu dibutuhkan jika Teman Ahok berhasil mengumpulkan satu juta data KTP warga Jakarta. Jika harga meterai Rp 6.000 per lembar, perlu sekitar Rp 6 miliar untuk membubuhkan meterai di setiap lembar dukungan.

Namun, belakangan, KPU memutuskan meterai hanya dibubuhkan dalam dokumen kolektif per desa/kelurahan. (Baca: KPU Putuskan Penggunaan Satu Meterai Per Desa untuk Dukung Calon Independen)

Karena itu, Singgih mengapresiasi KPU yang terlebih dulu melakukan uji publik sehingga bisa mendengarkan pandangan publik atas aturan yang ingin dibuat.

Dalam dialog yang sama, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengakui awalnya ada gagasan untuk membubuhkan meterai dalam setiap lembar dukungan terhadap pasangan calon perseorangan.

Setelah mendengar masukan dalam uji publik, kata Hadar, pihaknya langsung menggelar rapat pleno pada Selasa malam. Diputuskan bahwa meterai hanya dibubuhkan dalam dokumen B1 KWK.

Hadar menjelaskan, aturan itu sebenarnya sudah diterapkan dalam pilkada sebelumnya. Namun, penerapan aturan itu tidak seragam.

Karena itu, kata Hadar, pihaknya ingin mempertegas aturan tersebut agar tidak ada kebingungan dalam Pilkada DKI 2017.

Hadar memaparkan, tim pasangan calon mesti mengelompokkan dokumen dukungan per desa atau kelurahan sebelum diserahkan ke KPU. Hal itu untuk mempermudah KPU melakukan pemeriksaan dan verifikasi.

"Saya kira itu perkerjaan tidak sulit dan seharusnya demikian. Jadi, jangan diserahkan ke kami (dokumen) satu kotak besar, satu mobil, tetapi berhamburan," kata Hadar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran Mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran Mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut di Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com