JAKARTA, KOMPAS.com – Sabtu (21/5/2016) pagi itu, Royani memarkir gerobak motor (germor) miliknya di bantaran Sungai Ciliwung, Kelurahan Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Sepeda motor dengan bak kecil di belakangnya itu biasa digunakan oleh Royani untuk mengangkut berkarung-karung sampah dari Ciliwung.
Royani bukanlah seorang tukang sampah. Pria 61 tahun itu adalah pendiri Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) Gerakan Masyarakat Bersih Sungai Ciliwung (Gema Bersuci).
Sesuai dengan namanya, komunitas ini memiliki kegiatan yang berhubungan dengan pemeliharaan Sungai Ciliwung.
Bersama dengan relawan lainnya yang tergabung dalam KPC Gema Bersuci, Royani secara rutin membersihkan Ciliwung dari sampah.
Menurut dia, dalam dua hari, bisa terkumpul lebih kurang 20 karung sampah dari Ciliwung.
"Baru dua tiga hari, sampahnya sudah kayak begini," kata Royani saat membuka pembicaraan dengan Kompas.com, pagi itu.
Sampah yang dipungut dari Ciliwung itu bervariasi jenisnya, mulai dari sampah dedaunan, ranting, dahan pohon, plastik, botol, hingga sandal bekas.
Tutup TPS ilegal
Meskipun kerap berurusan dengan sampah dari Ciliwung, Royani tak pernah terlihat lelah ataupun bosan. Sejak 2011, Royani mencurahkan waktu dan tenaganya untuk Ciliwung.
Lima tahun lalu, ia mengaku terketuk hatinya ketika melihat tepian Ciliwung dijadikan tempat pembuangan sampah (TPS) oleh warga di sekitar rumahnya.
Royani kemudian merasa terpanggil untuk berbuat sesuatu. Ia lalu mengubah lahan seluas 2.200 meter yang biasa dijadikan tempat sampah itu menjadi markas KPC Gema Bersuci.
Pembuangan sampah di pinggir Ciliwung itu bukan satu-satunya yang ditutup Royani. "Total sudah empat yang saya tutup, dan masih akan tetap lanjut," ujar Royani.
Usahanya menutup empat TPS ilegal ini bukan tanpa perlawanan. Bagi segelintir orang, aksi penutupan TPS ilegal oleh Royani ini sama saja dengan menutup periuk nasi mereka.
Sebab, bagi segelintir orang tersebut, sampah memiliki nilai ekonomi.