Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aset DKI Rawan Digelapkan

Kompas.com - 05/08/2016, 16:00 WIB

JAKARTA, KOMPAS — Pendataan aset daerah, terutama lahan, yang tidak kontinu membuat konflik lahan sering kali terjadi. Lahan yang sebenarnya telah menjadi milik pemerintah tidak tercatat dengan baik sehingga potensi konflik lahan dan penggelapan terus terjadi.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan (Jaksel) berupaya mempercepat pengungkapan rekayasa kepemilikan lahan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di kawasan Permata Hijau. Kasus ini diharapkan dapat diajukan ke persidangan dalam waktu sebulan ke depan.

Kepala Kejari Jaksel Sarjono Turin mengatakan, saat ini Kejari Jaksel masih terus mengumpulkan bukti-bukti terhadap dua tersangka. Keduanya adalah MI, warga yang mengajukan pembuatan sertifikat, dan AS, pegawai negeri sipil di Kantor Pertanahan Jaksel.

"Setelah bukti cukup, kami ajukan ke pengadilan," katanya, Kamis (4/8).

Sarjono menyatakan, tak menutup kemungkinan adanya pejabat Kantor Pertanahan Jaksel menjadi tersangka terkait dengan kasus ini. Penyelidikan kasus pun masih terus dikembangkan.

Diyakini kejahatan ini merupakan kejahatan terstruktur dan sistemik yang dilakukan secara berjaringan, tidak saja oleh MI dan AS. Kejari Jaksel juga mengincar pedagang tanah yang diduga memodali rekayasa penerbitan sertifikat itu. "Orang ini pemain tanah. Namun, kami belum menemukan benang merah penghubungnya," katanya.

Celah masuk

Menurut Sarjono, banyaknya aset DKI Jakarta yang belum didata menjadi celah bagi jaringan penjualan tanah untuk beraksi. Ia mengatakan, praktik ini sangat berbahaya apabila tidak segera diungkap.

Saat ini sudah beberapa aset Pemprov DKI Jakarta yang telah hilang kepemilikannya karena praktik jaringan rekayasa kepemilikan dan penjualan lahan milik DKI Jakarta itu.

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) DKI Jakarta Heru Budi Hartono, kemarin, menyebutkan, pendataan ulang aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga kini belum selesai. Kekusutan data warisan sejak 1971 ini membuat proses verifikasi aset menjadi tidak mudah.

"Separuh dari sekitar 700 SKPD/UKPD (satuan dan unit kerja perangkat daerah) telah menyelesaikan verifikasi. Datanya sebagian telah kami publikasi di peta aset di kolom BPKAD di smartcity.jakarta.go.id. Aset yang belum rampung dicek umumnya dikelola dinas bina marga, tata air, dan pendidikan," kata Heru.

Menurut Heru, selain waktu yang relatif lama, verifikasi menyita tenaga karena petugas harus mengecek dokumen, lapangan, dan mengonfirmasi ke pihak terkait. Perubahan metode pencatatan serta ketidakrapian data warisan menjadi kendala lain. Namun, pendataan ulang diharapkan rampung tahun depan.

Kacau dan tersebar

Ketua Panitia Khusus Aset DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono menambahkan, pendataan ulang aset jadi tak mudah karena di lapangan sebagian aset dikuasai pihak lain. "Ada data dan diklaim sebagai aset daerah, tetapi di lapangan diduduki orang lain. Ada pula yang diklaim aset, tetapi dokumennya tak cukup kuat," ujarnya.

Dewan menilai, pengelolaan aset Pemprov DKI belum optimal. Perubahan kebijakan terkait dengan pengelolaan aset dalam tiga periode, yakni kurun tahun 1971-1981, lalu 1981-1990, dan 1990-sekarang, membuat tidak seluruh aset tercatat. Jumlah aset yang tercatat juga dinilai sangat jauh lebih rendah dari potensinya.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Megapolitan
Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Kronologi Perempuan di Jaksel Jadi Korban Pelecehan Payudara, Pelaku Diduga Pelajar

Megapolitan
Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Masuk Rumah Korban, Pria yang Diduga Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Jakbar Ngaku Salah Rumah

Megapolitan
Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Cegah Penyebaran Penyakit Hewan Kurban, Pemprov DKI Perketat Prosedur dan Vaksinasi

Megapolitan
Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Viral Video Gibran, Bocah di Bogor Menangis Minta Makan, Lurah Ungkap Kondisi Sebenarnya

Megapolitan
Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Kriteria Sosok yang Pantas Pimpin Jakarta bagi Ahok, Mau Buktikan Sumber Harta sampai Menerima Warga di Balai Kota

Megapolitan
Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Sedang Jalan Kaki, Perempuan di Kebayoran Baru Jadi Korban Pelecehan Payudara

Megapolitan
Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Polisi Tangkap Aktor Epy Kusnandar Terkait Penyalahgunaan Narkoba

Megapolitan
Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Pemprov DKI Jakarta Bakal Cek Kesehatan Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1445 H

Megapolitan
Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Pekerja yang Jatuh dari Atap Stasiun LRT Kuningan Disebut Sedang Bersihkan Talang Air

Megapolitan
Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Setuju Jukir Ditertibakan, Pelanggan Minimarket: Kalau Enggak Dibayar Suka Marah

Megapolitan
Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Bercak Darah Masih Terlihat di Lokasi Terjatuhnya Pekerja dari Atap Stasiun LRT Kuningan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com