Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/10/2016, 09:35 WIB
David Oliver Purba

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gugatan kelompok atau "class action" diajukan warga di sejumlah daerah yang terkena dampak penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI. Warga menilai kebijakan menggusur yang dilakukan Pemprov menyalahi aturan serta merugikan mereka.

Bukit Duri

Warga Bukit Duri 10 Mei 2016, warga Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan mengajukan gugatan kelompok terhadap rencana penertiban yang saat itu akan dilakukan Pemprov DKI ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Warga menilai Pemprov DKI sewenang-wenang ingin melakukan penertiban terhadap permukiman mereka. Awal Agustus lalu, majelis hakim memutuskan untuk menerima gugatan kelompok yang diajukan warga Bukit Duri.

Majelis hakim sempat meminta agar Pemprov DKI tidak melakukan penggusuran selama proses persidangan berlangsung. Namun, Pemprov DKI tak menggubris. Pada 28 September, 440 bangunan warga diratakan.

Pemprov DKI berdalih penggusuran itu dilakukan untuk normalisasi Kali Ciliwung. Melihat rumahnya dibongkar, warga tak tinggal diam.

Warga dengan sejumlah bantuan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) semakin getol untuk mengalahkan Pemprov DKI saat persidangan. Ini dibuktikan dengan penambahan kuasa hukum yang sebelumnya berjumlah lima, menjadi 11 orang kuasa hukum.

Warga Bukit Duri merasa Pemprov DKI telah menyalahi aturan di antaranya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, serta aturan soal normalisasi Kali Ciliwung. Pergub Nomor 163 Tahun 2012 tentang normalisasi telah kadaluarsa sejak 5 Oktober 2015. Warga juga mengklaim merugi Rp 1,07 triliun akibat penertiban itu.

Dalam tuntutannya, warga Bukit Duri minta dibangunkan kampung susun seperti yang pernah dijanjikan Joko Widodo saat menjadi Gubernur DKI. Persidangan gugatan tersebut masih berjalan.

KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG Warga menuju ke tenda-tenda sementara untuk merayakan Idul Fitri 1437 Hijriah di perkampungan Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara, Rabu (6/7/2016). Warga perkampungan akuarium tetap merayakan lebaran di tenda-tenda pengungsian sementara meskipun tempat tinggal mereka telah digusur pemerintah beberapa waktu yang lalu.

Warga Pasar Ikan

Pada 3 September 2016, warga Pasar Ikan, Jakarta Utara mengajukan class action di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan aktivis perempuan Ratna Sarumpaet, warga menggugat Pemprov DKI atas penggusuran yang terjadi pada April 2016. Dalam gugatannya, warga menuntut agar Pemprov DKI kembali membangun permukiman warga yang telah digusur.

Penggusuran yang dilakukan Pemprov DKI menurut warga merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Selain mengajukan tuntutan, warga juga ingin menguji apakah kebijakan penertiban yang dilakukan Pemprov DKI menyalahi aturan atau tidak.

KOMPAS.com / RODERICK ADRIAN MOZES Aktivitas warga di Kampung Bidaracina yang berada persis di pinggir Kali Ciliwung, Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis (27/8/2015). Bidaracina merupakan kawasan yang akan digusur terkait proyek normalisasi dan sodetan Kali Ciliwung.

Gugatan warga Bidaracina

Akhir tahun 2015, Pemrov DKI menertibkan permukiman warga Bidaracina, Jakarta Timur. Penertiban dilakukan untuk proyek pembangunan sodetan Ciliwung.

Merasa dirugikan, warga Bidaracina mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan Nomor 59/G/2016/PTUN-JKT terkait dengan penetapan lokasi sodetan Kali Ciliwung yang berubah dari ketentuan sebelumnya tanpa pemberitahuan kepada warga.

Hasilnya, Senin, 25 April 2016, majelis hakim memenangkan warga Bidaracina karena menganggap SK Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, terkait penetapan lokasi untuk pembangunan sodetan Kali Ciliwung ke Kanal Banjir Timur, telah melanggar asas-asas pemerintahan.

Kompas TV Digusur, Nelayan Mengadu ke DPR
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan di Sejumlah Jalan Jaksel Imbas Pembangunan Drainase

Rekayasa Lalu Lintas Diterapkan di Sejumlah Jalan Jaksel Imbas Pembangunan Drainase

Megapolitan
Pemkot Jaksel Sidak Dua Restoran di Melawai yang Dikeluhkan Warga Sebabkan Parkir Liar

Pemkot Jaksel Sidak Dua Restoran di Melawai yang Dikeluhkan Warga Sebabkan Parkir Liar

Megapolitan
Senangnya Laim, Tak Perlu Lagi Timba Air 40 Liter di Sumur Tua Hutan Setiap Hari

Senangnya Laim, Tak Perlu Lagi Timba Air 40 Liter di Sumur Tua Hutan Setiap Hari

Megapolitan
Kesaksian Jemaat soal Perselisihan Penggunaan Gereja di Cawang yang Berujung Bentrok

Kesaksian Jemaat soal Perselisihan Penggunaan Gereja di Cawang yang Berujung Bentrok

Megapolitan
Terkait PPDB di Jakarta, Disdik DKI Diminta Evaluasi Kuota dan Jangkauan Jalur Zonasi

Terkait PPDB di Jakarta, Disdik DKI Diminta Evaluasi Kuota dan Jangkauan Jalur Zonasi

Megapolitan
PPDB 'Online' Diklaim Efektif Cegah Adanya 'Siswa Titipan'

PPDB "Online" Diklaim Efektif Cegah Adanya "Siswa Titipan"

Megapolitan
Putusan Bawaslu: Dharma Pongrekun-Kun Wardana Boleh Perbaiki Berkas Pencalonan Pilkada Jakarta

Putusan Bawaslu: Dharma Pongrekun-Kun Wardana Boleh Perbaiki Berkas Pencalonan Pilkada Jakarta

Megapolitan
Polisi Identifikasi Provokator Pembakar Panggung Konser Lentera Festival Tangerang

Polisi Identifikasi Provokator Pembakar Panggung Konser Lentera Festival Tangerang

Megapolitan
Kapolres Depok Bakal Razia Ponsel Anggotanya demi Cegah Judi Online

Kapolres Depok Bakal Razia Ponsel Anggotanya demi Cegah Judi Online

Megapolitan
Warga Melawai Keluhkan Kegaduhan Aktivitas Restoran dan Parkir Liar di Sekitar Permukiman

Warga Melawai Keluhkan Kegaduhan Aktivitas Restoran dan Parkir Liar di Sekitar Permukiman

Megapolitan
Tak Perlu Lagi ke Sumur Tua, Warga Desa Lermatang Akhirnya Bisa Merasakan Air Bersih Bantuan Kemensos

Tak Perlu Lagi ke Sumur Tua, Warga Desa Lermatang Akhirnya Bisa Merasakan Air Bersih Bantuan Kemensos

Megapolitan
Aksi Teatrikal Demo Tolak Tapera Aliansi BEM Bogor, Tampilkan Karikatur Jokowi dan Tabur Bunga

Aksi Teatrikal Demo Tolak Tapera Aliansi BEM Bogor, Tampilkan Karikatur Jokowi dan Tabur Bunga

Megapolitan
Aksi Dina Ukur Jarak Rumah ke SMA Depok Pakai Meteran, Terpaut 120 Meter tapi Anaknya Tak Lolos PPDB

Aksi Dina Ukur Jarak Rumah ke SMA Depok Pakai Meteran, Terpaut 120 Meter tapi Anaknya Tak Lolos PPDB

Megapolitan
PPDB Jalur Zonasi, Ketua Posko Wilayah 2 Jaksel: Calon Siswa Minimal Harus Tinggal 1 Tahun

PPDB Jalur Zonasi, Ketua Posko Wilayah 2 Jaksel: Calon Siswa Minimal Harus Tinggal 1 Tahun

Megapolitan
Nakes RSUD Koja Demo karena Gaji ke-13 Dipotong

Nakes RSUD Koja Demo karena Gaji ke-13 Dipotong

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com