JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus dugaan suap raperda reklamasi Mohamad Sanusi memiliki total penghasilan hampir Rp 2,5 miliar sejak tahun 2009-2015 di luar gajinya sebagai anggota DPRD DKI Jakarta. Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (10/11/2016).
Kakanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Utara Pontas Pane menjelaskan secara rinci penghasilan yang diperoleh Sanusi sejak 2009-2015 yang tercantum dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT) miliknya.
"Kalau saya total kurang lebih Rp 2.443.255.662," ujar Pontas saat memberikan kesaksian.
Pontas menuturkan, Penghasilan Sanusi diperoleh dari beberapa sumber, seperti gaji dari Bumi Raya Properti, penghasilan dari sewa, dan penghasilan lainnya.
Namun, di dalam SPT tidak dijelaskan sewa dan penghasilan lainnya apa yang dimaksud. Salah satu contohnya yang tercantum dalam SPT tahun 2015.
"Tahun 2015, ada sewa juga Rp 280 juta. Tertulis sewa, tapi sewa apa, saya enggak tahu. Dan penghasilan lainnya Rp 100 juta, tapi penghasilan lain apa, saya enggak tahu. Di SPT enggak dibuat spesifik," kata dia.
Pontas menuturkan, Sanusi mulai memasukkan gajinya sebagai anggota DPRD DKI Jakarta pada 2010. Penghasilan yang didapatnya sekitar Rp 52 juta.
"Bruto Rp 52.439.935," ucap Pontas.
Sementara itu, penghasilan yang didapatnya dari PT Bumi Raya Properti yang disebut Pontas pada 2014 dan 2015 memiliki nilai berbeda. Pada 2014, dia menerima gaji Rp 507.874.252, sementara pada 2015 mendapat Rp 495.436.000.
Sanusi sebelumnya didakwa menerima suap sebesar Rp 2 miliar secara bertahap dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. Suap tersebut terkait pembahasan peraturan daerah tentang reklamasi di pantai utara Jakarta. Selain itu, Sanusi juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang sekitar Rp 43 miliar.