JAKARTA, KOMPAS.com — Calon wakil gubernur petahana DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, sempat dikira hendak berkampanye di sebuah mushala di kawasan RT 06 RW 06, Semper Timur, Cilincing, Jakarta Utara, oleh seorang anggota Panwaslu yang mengawasi kampanye Djarot.
Setelah kampanye, Djarot kembali mengungkit kejadian itu. Djarot mempertanyakan reaksi anggota Panwaslu itu, yang berbeda ketika ia mendapat penolakan dari massa yang bukan warga sekitar.
"Saya bilang, saya juga pernah kan ditolak di sini, di Kalibaru, kenapa enggak pernah diproses? Saksinya banyak, buktinya ada, orangnya (yang menolak) kelihatan, iya enggak?" kata Djarot, di lokasi, Sabtu (19/11/2016).
Terlebih lagi, kata Djarot, pada kejadian di Kalibaru, saat penolaknya dihampiri, ternyata mereka bukan warga setempat.
"Saya ajak ngomong, bukan warga situ, dia warga RW 7, (sedangkan) kami ketemu (warga) RW 1, iya enggak?" ujar Djarot.
Untuk itu, ia berharap Panwaslu juga proaktif untuk kejadian-kejadian penolakan terhadap dirinya.
"Maksud saya itu, proaktif. Kalau enggak proaktif, bagaimana?" ujar Djarot.
"Makanya, lucu banget, masa saya masuk mushala enggak boleh. Lah, kalau saya shalat bagaimana? Nah, boleh toh, kalau misalnya aku bantu situ, boleh enggak, ketika saya aktif (perbaiki mushala)," ujar Djarot.
"Kami akan meninggikan (mushala) itu, dan untuk mengeruk itu nanti ini ketika saya aktif akan saya tindak lanjuti, boleh enggak begitu? Ya boleh, makanya lucu banget begitu," ujar Djarot.
Djarot juga menyatakan dirinya tidak kampanye atau menawarkan visi dan misi di dalam mushala.
"Makanya, kalau saya dateng ke situ ada emblem-emblem nomor dua, (atau) saya menyampaikan visi-misi di situ, ya enggak boleh," ujar Djarot.