Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Andai RS Tak Kurang Informasi dan Bayi Debora Dapat Ruang PICU

Kompas.com - 12/09/2017, 07:21 WIB
Jessi Carina

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada dua proses yang berlangsung ketika bayi Tiara Debora mendatangi Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres di Jakarta Barat pada 3 September 2017 pagi. Proses pertama terkait medis dan kedua adalah proses administrasi.

Bayi Debora yang datang dalam keadaan tubuh membiru langsung ditangani di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Koesmedi Priharto mengatakan pernafasan Debora tersumbat sehingga mengalami sianosis atau tubuh membiru.

"Pasien ini pnemonia, jadi infeksi paru-parunya. Nah, tersumbat karena dia batuk, pilek. Tersumbat memang bisa jadi pnemonia, tersumbat tidak bisa menghirup oksigen ke otak akhirnya dia sianosis, sianosis itu biru tubuhnya semua," kata Koesmedi di Kantor Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Jalan Kesehatan, Senin (11/9/2017).

Setelah itu, bayi Debora langsung diresusitasi agar oksigen masuk ke tubuhnya. Dalam hal ini, cerita versi RS Mitra Keluarga Kalideres yang disampaikan kepada Koesmedi masih sama dengan cerita orangtua Debora. Sampai akhirnya dokter di RS Mitra Keluarga Kalideres menilai Debora harus masuk ruang pediatric intensive care unit (PICU), ruang perawatan intensif khusus untuk anak.

Baca juga: RS Mitra Keluarga Siap Jika Kasus Bayi Debora Dibawa ke Ranah Hukum

Orangtua Debora langsung mengurus proses administrasi untuk memindahkan anaknya ke ruang PICU. Proses administrasi dalam kasus itu pun dimulai. Pihak RS bersalah karena tidak bertanya terlebih dahulu apakah Debora memiliki BPJS atau tidak. Mereka langsung meminta orangtua Debora, yang saat itu hanya memiliki uang Rp 5 juta, untuk membayar uang muka sebesar 50 persen atau sekitar Rp 19.800.000.

Pihak rumah sakit menolak untuk memasukan bayi Debora ke ruang PICU meski orangtua Debora berjanji melunasi uang muka siang itu juga. Pada saat proses itu berlangsung, Debora masih menerima penanganan medis di ruang IGD. Instalasi di ruang IGD mirip dengan ruang PICU, meski ada beberapa alat yang tidak lengkap.

Ketika tahu Debora memiliki BPJS, pihak RS juga tidak lantas memasukan Debora ke ruang PICU yang dibutuhkan. Mereka malah mencari rumah sakit rujukan yang bermitra dengan BPJS agar mau menerima Debora.

Tidak hanya itu, mereka juga menyuruh orangtua Debora, yang ketika itu begitu panik,  mencari rumah sakit rujukan. Itu merupakan kesalahan administrasi kedua yang dilakukan pihak RS Mitra Keluarga Kalideres.

"RS juga cari (rujukan), ada bukti teleponnya. Cuma yang mereka tadi agak tidak sesuai karena menyuruh keluarganya juga mencari kamar," kata Koesmedi.

 

Pada akhirnya, keluarga Debora yang menemukan kamar untuk bayi kecil itu di RS Koja. Sekitar pukul 09.00 WIB, kondisi Debora sudah tertangani dan sudah membaik selama perawatan di ruang IGD. Pihak rumah sakit mengurus proses perpindahan ke RS Koja. Namun, tiba-tiba saja kondisi Debora memburuk dan meninggal dunia.

Minim informasi

Dalam kasus bayi Debora, pihak RS Mitra Keluarga Kalideres rupanya tidak banyak tahu informasi tentang pasien pemegang kartu BPJS Kesehatan. Koesmedi mengatakan, ada informasi yang tidak diketahui pihak RS Mitra Keluarga Kalideres bahwa penanganan gawat darurat di seluruh rumah sakit di Jakarta ditanggung oleh BPJS.

Meskipun rumah sakit tersebut belum bekerja sama dengan BPJS seperti RS Mitra Keluarga Kalideres. Artinya, seharusnya bayi Debora bisa masuk ke ruang PICU tanpa harus dirujuk ke rumah sakit lain.

"Padahal seharusnya, pokoknya dikerjain dulu, nanti BPJS biayai," kata Koesmedi.

Lihat juga: Kasus Bayi Debora, Komisi IX Cibir Rekomendasi Kemenkes Lunak terhadap RS

Koesmedi mengatakan, penanganan gawat darurat ditanggung BPJS sampai pasien dalam keadaan stabil dan cukup kuat untuk dirujuk ke rumah sakit lain. Pihak RS menduga biaya perawatan di ruang PICU sudah tidak dalam kondisi gawat darurat lagi sehingga pasien harus membayar sesuai prosedur.

"Itu kan baru tadi diketahui, tidak tersosialisasi dengan benar. Kalau itu (bisa ditanggung BPJS) sampai stabil, dipikirnya hanya tindakan di IGD saja. Banyak (rumah sakit) yang enggak tahu tuh setelah saya tanya," kata Koesmedi.

Pada dua proses itu, medis dan administrasi, Koesmedi menilai tidak ada kesalahan yang dilakukan RS Mitra Keluarga Kalideres dalam hal penanganan medis. Sebab Debora tetap mendapatkan perawatan semestinya di ruang IGD.

Kelalaian ada pada saat proses administrasi. Seharusnya RS Mitra Keluarga Kalideres bertanya terlebih dahulu apakah Debora punya BPJS. Tidak seharusnya bayi Debora tak dimasukan ke ruang PICU meski dia pasien BPJS.

Andai saja pihak rumah sakit tidak minim informasi dan mengetahui biaya penanganan gawat darurat ditanggung BPJS sampai pasien stabil, mungkin Debora bisa langsung masuk ke ruang PICU. Andai Debora masuk ke ruang PICU, mungkin akan mendapatkan penanganan lebih baik meski tidak ada yang bisa menjamin nyawa tertolong.

Peringatan ke RS lain

Buntut dari masalah itu, Direktur RS Mitra Keluarga Kalideres, Fransisca, kemarin sudah membuat surat pernyataan. Dalam surat itu, dia berjanji tidak akan meminta uang muka ketika melakukan penanganan medis gawat darurat.

 

"(Pihak rumah sakit) bersedia menjalankan fungsi sosial dengan layanan gawat darurat tanpa minta uang muka," kata Koesmedi.

Tidak hanya itu, pihak RS Mitra Keluarga Kalideres juga bersedia dicabut izinnya jika masalah itu terulang kembali.

"Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada paksaan. Apabila kelak saya melanggar maka saya siap menerima konsekuensi berupa pencabutan ijin rumah sakit yang saya pimpin," ujar Koesmedi saat membacakan surat pernyataan dari RS Mitra Keluarga Kalideres.

Baca juga: Kasus Bayi Debora, Ini 5 Rekomendasi Hasil Penelusuran Tim Kemenkes

Dinas Kesehatan DKI Jakarta akhirnya juga membuat surat edaran untuk seluruh rumah sakit di Jakarta, baik RS pemerintah maupun swasta. Poin penting dalam surat edaran itu adalah meminta semua rumah sakit tidak meminta uang muka dalam pelayanan gawat darurat.

Semua rumah sakit juga dilarang menyuruh keluarga pasien untuk mencari rumah sakit rujukan. Pihak rumah sakitlah yang seharusnya mencari rujukan itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Mobil Rubicon Mario Dandy Tak Laku Dilelang

Mobil Rubicon Mario Dandy Tak Laku Dilelang

Megapolitan
Khawatir Tak Lagi Dikenal, Mochtar Mohamad Bakal Pasang 1.000 Baliho untuk Pilkada Bekasi

Khawatir Tak Lagi Dikenal, Mochtar Mohamad Bakal Pasang 1.000 Baliho untuk Pilkada Bekasi

Megapolitan
Tiktoker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

Tiktoker Galihloss Akui Bikin Konten Penistaan Agama untuk Hiburan

Megapolitan
Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Polisi Sita Senpi dan Alat Bantu Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Kebakaran Agen Gas dan Air di Cinere Depok, Empat Ruangan Hangus

Megapolitan
Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi 'Online' di Depok yang Jual Koin Slot lewat 'Live Streaming'

Polisi Tangkap Empat Pebisnis Judi "Online" di Depok yang Jual Koin Slot lewat "Live Streaming"

Megapolitan
Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Punya Penjaringan Sendiri, PDI-P Belum Jawab Ajakan PAN Usung Dedie Rachim di Pilkada Bogor

Megapolitan
Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Begini Tampang Dua Pria yang Cekoki Remaja 16 Tahun Pakai Narkoba hingga Tewas

Megapolitan
Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi mulai Mei 2024

Kelurahan di DKJ Dapat Kucuran Anggaran 5 Persen dari APBD, Sosialisasi mulai Mei 2024

Megapolitan
Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Diprotes Warga karena Penonaktifan NIK, Petugas: Banyak Program Pemprov DKI Tak Berjalan Mulus karena Tak Tertib

Megapolitan
Dua Rumah Kebakaran di Kalideres, Satu Orang Tewas

Dua Rumah Kebakaran di Kalideres, Satu Orang Tewas

Megapolitan
Curhat Pedagang Bawang Merah Kehilangan Pembeli gara-gara Harga Naik Dua Kali Lipat

Curhat Pedagang Bawang Merah Kehilangan Pembeli gara-gara Harga Naik Dua Kali Lipat

Megapolitan
PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

PAN Ajak PDI-P Ikut Usung Dedie Rachim Jadi Calon Wali Kota Bogor

Megapolitan
Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Kelakar Chandrika Chika Saat Dibawa ke BNN Lido: Mau ke Mal, Ada Cinta di Sana...

Megapolitan
Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Pemilik Toko Gas di Depok Tewas dalam Kebakaran, Saksi: Langsung Meledak, Enggak Tertolong Lagi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com