Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/10/2017, 21:05 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahesh, warga Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, yang terkena dampak pembangunan mass rapid transit (MRT) menyatakan, sejak lama merelakan tanahnya diambil. Namun, ia meminta prosesnya dilakukan secara adil.

Mahesh adalah salah satu warga yang selama ini belum mau memberikan tanahnya. Sebab, Pemprov DKI hanya mau membayar pembebasan lahan dengan harga Rp 33 juta per meter.

Mahesh dan enam orang lainnya kemudian menggugat ke pengadilan. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan sebagian permohonan mereka dengan mewajibkan pemerintah membayar Rp 60 juta per meter. Namun, Pemprov DKI mengajukan kasasi dan kini menunggu putusan Mahkamah Agung (MA)

"Saya berkali-kali mengatakan tanah itu boleh dipakai. Silakan dipakai untuk pembangunan nasional. Dengan catatan tunggu putusan MA atau appraisal ulang," ujar Mahesh saat ditemui Sabtu (21/10/2017).

Pada Jumat (20/10/2017), Mahesh ditemui oleh Gubernur Anies Baswedan. Pada kesempatan itu, Mahesh menyatakan bahwa dirinya sudah rela menyerahkan tanahnya. Namun dengan syarat pengambilalihan lahan harus menaati peraturan yang berlaku.

"Appraisal ulang itu menggunakan UU 2 Tahun 2012 secara keseluruhan. Jadi itikad baik dari warga sangat jelas bahwa ini program nasional, silakan diselesaikan. Cuma mau diselesaikan berdasarkan apa? Putusan MA atau appraisal yang benar," ucap Mahesh.

Mahesh menyatakan sudah sejak lama merelakan agar tanahnya diekseskusi. Bahkan jauh sebelum ditemui Anies.

Baca juga : Sebelum Ditemui Anies, Pemilik Lahan di Haji Nawi Pernah ke Balai Kota

Beberapa bulan lalu, Mahesh mengaku pernah ke Balai Kota DKI Jakarta untuk menyampaikan hal tersebut.

Ia datang ke Balai Kota setelah pengadilan memutuskan Pemprov DKI harus membayar ganti rugi lahan senilai Rp 60 juta per meter. Mahesh menyatakan ia dan sejumlah warga lainnya menerima keputusan itu dan meminta agar lahannya segera dieksekusi.

Namun, kedatangan Mahesh dan sejumlah warga tidak diterima oleh gubernur saat itu, Djarot Saiful Hidayat. Pemprov DKI diketahui lebih memilih mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung karena menganggap harga Rp 60 juta per meter terlalu mahal.

"Kalau kondisi kayak gini enggak ada yang untung pasti. Warga juga rugi, pemerintah juga rugi. Proyek yang harusnya selesai tiga tahun malah jadi lima tahun," ujar Mahesh.

Menurut Mahesh, jika proyek MRT bisa cepat selesai, maka warga bisa membuka usaha kembali.

Ia kemudian menceritakan banyaknya tempat usaha yang ada di sepanjang Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan, tutup dalam beberapa tahun terakhir.

Hal itu dapat dilihat dari banyaknya ruko yang kosong dan dipasangi keterangan "disewakan".

"Coba perhatiin banyak yang lagi disewain. Karena lagi enggak ada yang nempatin," ujar Mahesh.

Baca juga : Toko di Jalan Fatmawati Banyak yang Tutup Selama Ada Proyek MRT

Mahesh adalah seorang pemilik toko karpet dan gorden "Serba Indah". Seperti tempat usaha lainnya, Mahesh menyebut tokonya juga sudah sepi pegunjung sejak dua tahun terakhir.

Proyek pembangunan MRT diketahui mulai dikerjakan sejak awal 2014 dan ditargetkan rampung tahun 2018.

"Harapan cuma satu, kalau setiap malam matahari turun, besok pagi pasti nyaman. Jadi kalau hari ini gelap, pasti ada sinar di hari besok," ujar pria yang sudah 25 tahun tinggal di Jalan Fatmawati ini.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meski Jadi Korban Main Hakim Sendiri, Pengemudi Ford Ecosport yang Mabuk Tetap Ditilang

Meski Jadi Korban Main Hakim Sendiri, Pengemudi Ford Ecosport yang Mabuk Tetap Ditilang

Megapolitan
Jadwal Buka Puasa di Tangerang Hari Ini, 18 Maret 2024

Jadwal Buka Puasa di Tangerang Hari Ini, 18 Maret 2024

Megapolitan
Paling Banyak karena Tak Pakai Sabuk, 14.510 Pengendara Ditilang Selama Operasi Keselamatan Jaya 2024

Paling Banyak karena Tak Pakai Sabuk, 14.510 Pengendara Ditilang Selama Operasi Keselamatan Jaya 2024

Megapolitan
Tarif Tol Jakarta-Pemalang untuk Mudik 2024

Tarif Tol Jakarta-Pemalang untuk Mudik 2024

Megapolitan
Kasus Meterai Palsu Ratusan Juta Rupiah di Bekasi, Bagaimana Cara Membedakan Asli dan Palsu?

Kasus Meterai Palsu Ratusan Juta Rupiah di Bekasi, Bagaimana Cara Membedakan Asli dan Palsu?

Megapolitan
Penggerebekan Tempat Produksi Tembakau Sintetis di Rumah Kos Jagakarsa Berawal dari Pengguna yang Tertangkap

Penggerebekan Tempat Produksi Tembakau Sintetis di Rumah Kos Jagakarsa Berawal dari Pengguna yang Tertangkap

Megapolitan
Gerebek Kos-kosan di Jagakarsa, Polisi Sita 500 Gram Tembakau Sintetis

Gerebek Kos-kosan di Jagakarsa, Polisi Sita 500 Gram Tembakau Sintetis

Megapolitan
Mengenal Sosok Eks Danjen Kopassus Soenarko yang Demo di KPU, Pernah Dituduh Makar pada Masa Pilpres 2019

Mengenal Sosok Eks Danjen Kopassus Soenarko yang Demo di KPU, Pernah Dituduh Makar pada Masa Pilpres 2019

Megapolitan
Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jabodetabek 19 Maret 2024

Jadwal dan Lokasi Samsat Keliling di Jabodetabek 19 Maret 2024

Megapolitan
Polsek Pesanggrahan Gerebek Tempat Produksi Tembakau Sintetis di Sebuah Rumah Kos

Polsek Pesanggrahan Gerebek Tempat Produksi Tembakau Sintetis di Sebuah Rumah Kos

Megapolitan
Tarif Penyeberangan Pelabuhan Merak-Bakauheni 2024

Tarif Penyeberangan Pelabuhan Merak-Bakauheni 2024

Megapolitan
Ingat Kematian, Titik Balik Tamin Menemukan Jalan Kebaikan sampai Jadi Marbut Masjid

Ingat Kematian, Titik Balik Tamin Menemukan Jalan Kebaikan sampai Jadi Marbut Masjid

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Selasa 19 Maret 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Selasa 19 Maret 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
Satpol PP Segel Tempat Prostitusi di Cilincing demi Menjaga Ketenteraman Ramadhan

Satpol PP Segel Tempat Prostitusi di Cilincing demi Menjaga Ketenteraman Ramadhan

Megapolitan
Pengedar Narkoba di Kampung Bahari Gunakan Granat Asap dan 'Drone' untuk Halangi Penggerebekan Polisi

Pengedar Narkoba di Kampung Bahari Gunakan Granat Asap dan "Drone" untuk Halangi Penggerebekan Polisi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com