JAKARTA, KOMPAS.com - Hasyim (68), menjadi pengayuh becak sejak tahun 1970 di Jakarta.
Selama 48 tahun bekerja, ia mengalami perbedaan dalam pendapatan yang membuatnya tidak bisa menabung.
Ia bekerja pukul 06.00-10.00 dan dilanjutkan 16.00-20.00 di kawasan Pekojan, Jakarta Barat. Sementara di waktu luang, ia memilih pulang untuk beristrihat.
Hasyim mengatakan, penghasilannya kini hanya cukup untuk menyetor harian kepada pemilik becak Rp 5.000 per hari.
Sisanya untuk makan dan memenuhi kebutuhan dengan sang istri.
"Ya, sekarang (pendapatan) per harinya palingan Rp 30.000-Rp 40.000. Kalau ada borongan baru bisa sampai Rp 60.000," kata Hasyim kepada Kompas.com di Pasar Pejagalan, Pekojan, Jakarta Barat, Selasa (13/3/2018).
Ia membandingkan jumlah pendapatan yang diraih beberapa tahun lalu dan kini.
Saat ini, ia sudah tidak bisa menginvestasikan penghasilannya.
"Dari penumpang dulu memang dapat duitnya sedikit Rp 7.000-10.000, tetapi dulu itu Rp 10.000 bisa beli emas 1 gram. Sekarang dapat Rp 40.000 atau Rp 50.000 per hari enggak kebeli emas segram," ujarnya.
Hasyim bertahan menjadi tukang becak karena ia tidak hanya mengangkut orang, tetapi juga barang dan sampah.
Pria asal Karawang, Jawa Barat, tersebut memiliki enam orang anak yang disekolahkan hingga SMA. Empat diantaranya berada di kampung halaman dan sudah menikah, sementara dua lainnya tinggal terpisah di Jakarta.
Ia sempat ingin berhenti menjadi tukang becak karena usia yang semakin tua. Namun, ia tidak mengetahui akan bekerja apa jika tidak menjadi tukang becak.
"Mau usaha apalagi saya sudah usia segini, kecuali kalau saya diberikan modal usaha, tetapi, ya, kan, modal uangnya enggak besar. Siapa juga yang mau kasih," kata Hasyim.
Menggadaikan becak
Hasyim pernah menderita sakit yang membuatnya tidak bisa menarik becak selama beberapa minggu.