AKARTA, KOMPAS.com - Terik matahari bersemayam di atas langit Kota Jakarta yang terpapar polusi udara.
Pun begitu udara di Jalan Lebak Swadaya I Kampung Bali Matraman RW 07, Tebet, Jakarta Selatan yang masih terpapar debu puing setelah musibah kebakaran yang terjadi pada Rabu (10/7/2019).
Menjelang malam, Minggu (14/7/2019), binatang kecil tiba-tiba riuh bersuara. Waktu menunjukkan pukul 17.58 WIB, tepat setelah adzan Maghrib berkumandang di sekitaran lokasi pengungsi korban kebakaran, Tebet, Jakarta Selatan.
Membubung suara binatang kecil itu dengan lincah. Wujudnya mungkin tak terlihat, namun suara mendengungnya selalu terdengar bising di telinga.
Suara itu akan sangat mengganggu saat tidur di malam hari, menghilangkan mimpi indah bagi pengungsi korban kebakaran Tebet.
Bunyi dengungan itu tetap terdengar sekalipun sudah menggunakan "lotion" antinyamuk, bahan alami pengusir nyamuk, sampai obat nyamuk.
Si nyamuk ternyata lebih suka berkumpul dan membuat bunyi-bunyian bising di sekitar telinga.
Debu puing, bau 'lotion', suara nyamuk, dan suasana udara yang panas menjadi satu, menjadi bagian yang harus dilalui bagi para pengungsi setiap malamnya.
"Ikhlas saja, suasananya sudah seperti ini, kalau kantuk sudah menyerang, tidak terasa gigitan maupun suaranya," ujar staf Rukun Warga 07, Pudri kepada Antara di Jakarta, Minggu, seperti dikutip Antara.
Namun, tak jarang pula anak-anak yang tiba-tiba terbangun dari tidur pada dini hari, karena gigitan nyamuk maupun udara panas tenda pengungsian.
"Keterbatasan kipas angin, itu mungkin menjadi salah satu faktor udara panas dan nyamuk yang mengganggu warga beristirahat di tenda pengungsian," katanya.
Ia berharap, warga korban kebakaran dapat mencari tempat lain yang lebih nyaman, seperti kediaman keluarganya atau menyewa rumah sementara agar anak-anak dapat tempat yang lebih nyaman, dan tidak mengganggu aktivitas sekolahnya.
"Tidak mungkin terus-terusan tinggal di tenda maupun rumah ibadah, garasi, maupun ruang kosong di rumah milik warga lainnya. Sebagian memang ada yang mengungsi ke tempat keluarganya dan ada juga yang menyewa rumah," katanya.
Namun, lanjut dia, jumlah pengungsi ke luar lokasi musibah tidak lebih banyak dibanding yang masih mengungsi.
Menurut dia, faktor uang menjadi salah satu permasalahan yang membuat korban bertahan di tempat pengungsian.