Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Taman Ismail Marzuki, Dibangun di Bekas Kebun Binatang hingga Jadi Pusat Seni

Kompas.com - 25/11/2019, 19:30 WIB
Cynthia Lova,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan tahun lalu, seniman-seniman di Jakarta mengeluhkan kurangnya fasilitas penyaluran bakat kesenian kreatif di ibu kota. Keluhan para seniman ini kemudian ditanggapi Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada tahun 1968. 

Ali menganggap keinginan para pelaku seni itu selaras dengan cita-cita menjadikan Jakarta sebagai kota budaya. 

Menurut Ali Sadikin, Jakarta bukan saja kota dagang, pusat administrasi negara, dan pusat kegiatan politik. Jakarta juga bisa menjadi jendela kebudayaan Indonesia bagi pendatang dari mancanegara. 

“Saya ingin menjadikan ibu kota Jakarta sebagai kota budaya, di mana kesenian Indonesia dapat muncul di Jakarta,” ujar Ali seperti dikutip dari Kompas, 11 November 1968.

Baca juga: Seniman Tolak Rencana Pembangunan Hotel Bintang Lima di Kawasan TIM

Untuk mewujudkan sebuah pusat budaya dan kesenian di ibu kota, Ali kemudian menunjuk tujuh orang seniman sebagai formatur Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Mereka terdiri dari Mochtar Lubis, Asrul Sani, Usmar Ismail, Rudy Pirngadi, Zulharman Said, D Djajakusuma, dan Gajus Siagian.

Taman Ismail MarzukiKOMPAS/KARTONO RYADI (KR) Taman Ismail Marzuki

Tujuh seniman ini juga yang ditunjuk Ali untuk mengelola Pusat Keseniaan Jakarta.

Gubernur yang dilantik langsung oleh Soekarno itu juga meminta tujuh seniman tersebut untuk membuat sebuah kegiatan seni untuk dapat dipertontonkan ke khalayak ramai. 

“Tugas kami, pemerintah daerah, adalah menyediakan infrastruktur fasilitas berkreasi bagi saudara-saudara seniman budaya di Ibu Kota. Selanjutnya, kegiatan kreatif terserah. Kami pemerintah tidak ikut campur,” ucap Ali.

Akhirnya, Ali membangun Pusat Kesenian Jakarta yang kemudian diberi nama Taman Ismail Marzuki (TIM). Ali memilih areal bekas kebun binatang yang luasnya kurang lebih delapan hektar di Jalan Cikini Raya 73.

Lokasi ini dipilih Ali lantaran mudah dijangkau masyarakat dengan berbagai macam alat transportasi.

Awal mula pembangunan TIM

Saat hendak mendirikan TIM, Ali melihat Planetarium yang berdiri sejak 1964 terbengkalai lantaran tidak adanya biaya pemeliharaan dari pemerintah pusat.

Saat itu, Ali berinisiatif melanjutkan pembangunan Planetarium yang kemudian diintegrasikan dengan TIM.

Untuk tahap awal dianggarkan Rp 90 juta untuk pembangunan TIM. Proyek ini diberi nama Taman Ismail Marzuki sebagai penghargaan kepada almarhum Ismail Marzuki yang dikenal sebagai putra Jakarta, komponis, sekaligus pejuang kemerdekaan.

Sebelum TIM diresmikan, Ali meminta agar pepohonan di kawasan itu terpelihara. Bahkan, ia meminta agar pepohonan di kawasan TIM ditambah untuk menjaga keteduhan.

Baca juga: Jakpro: Pembangunan Hotel di TIM Cuma 4,1 Persen, Kecil Banget...

“Saya perintahkan supaya pohon-pohon yang masih ada di sana dipelihara. Malahan harus ditambah, supaya terasa terduh. Hijau itu kan indah dan harus bersih. Penampilan TIM harus bagus dan enak dipandang,” kata Ali yang dikutip dari buku "Bang Ali demi Jakarta 1966-1977".

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com