Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Penjelasan BMKG Soal Panasnya Cuaca Jabodetabek Belakangan Ini

Kompas.com - 27/05/2020, 06:33 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.comSuasana gerah menyelimuti wilayah Jaodetabek selama beberapa hari terakhir. Keluhan warga terhadap suasana ini sampai juga ke Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Suasana gerah kadang-kadang disusul oleh turunnya hujan. 

Lantas, mengapa fenomena ini terjadi? Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal menyampaikan beberapa penjelasan:

1. Faktor kelembapan

Menurut Herizal, suasana gerah secara meteorologis disebabkan salah satunya oleh suhu kelembapan udara yang tinggi.

Baca juga: Jabodetabek Panas Beberapa Hari Terakhir, Suhu Paling Tinggi di Area Bandara Soetta dan Kemayoran

“Kelembapan udara yang tinggi menyatakan jumlah uap air yang terkandung pada udara. Semakin banyak uap air yang dikandung dalam udara, maka akan semakin lembap udara tersebut,” kata Herizal melalui keterangan tertulis, Selasa (26/5/2020).

Saat ini, kelembapan di Indonesia ada di kisaran 80-100 persen, menurut pantauan BMKG.

2. Faktor suhu

Ketika kelembapan tinggi berpadu dengan suhu yang juga tinggi, maka suasana gerah akan terasa.

“Apabila suhu meningkat akibat pemanasan matahari langsung karena berkurangnya tutupan awan, suasana akan lebih terasa gerah,” ujar Herizal.

Udara panas gerah juga lebih terasa bila hari menjelang hujan, karena udara lembap melepas panas laten dan panas sensibel yang menambah panasnya udara akibat pemanasan permukaan oleh radiasi matahari,” tambah dia.

3. Tanda memasuki musim kemarau

Di sisi lain, suasana gerah menandakan bahwa suatu wilayah hendak menyongsong musim kemarau. Tutupan awan makin berkurang sehingga memperbesar ruang bagi panas matahari merambah permukaan bumi.

Berdasarkan pantauan BMKG, sekitar 35 persen wilayah zona musim di Indonesia baru saja memasuki musim kemarau pada pertengahan Mei ini, termasuk sebagian area Jabodetabek.

Di Jabodetabek, wilayah Bekasi bagian utara serta sebagian Jakarta sudah memasuki musim kemarau, sehingga suhu udara semakin tinggi.

4. Fenomena biasa

Herizal juga berujar, suasana gerah ini merupakan fenomena yang wajar dan rutin terjadi hampir setiap tahun pada periode April-Mei.

Berdasarkan catatan BMKG, periode April-Mei merupakan salah satu periode dengan suhu tertinggi di Indonesia, selain saat puncak kemarau pada Oktober-November.

Dia mengatakan, warga tak perlu gusar.

“Banyak minum dan makan buah segar sangat dianjurkan,” ujar Herizal.

Baca juga: Merasa Gerah Beberapa Hari Terakhir? Ini Penjelasan BMKG

5. Suhu tertinggi di Jakarta terekam di Kemayoran

Menurut data BMKG, beberapa wilayah di Jakarta dan sekitarnya telah mencatatkan suhu yang cukup tinggi selama 5 hari terakhir.

“Di Jabodetabek, pantauan suhu maksimum tertinggi terjadi di (area sekitar Bandara) Soekarno-Hatta (Tangerang, dengan suhu) 35°C dan Kemayoran 35°C,” ujar Herizal.

Di samping itu, wilayah Tanjung Priok dan Ciputat (Tangerang Selatan) juga mendekati “capaian” itu, yakni dengan laporan suhu 34,8°C dan 34,7°C.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Urus NIK DKI yang Dinonaktifkan, Cukup Bawa Surat Keterangan Domisili dari RT

Cara Urus NIK DKI yang Dinonaktifkan, Cukup Bawa Surat Keterangan Domisili dari RT

Megapolitan
Heru Budi Harap Groundbreaking MRT East-West Bisa Terealisasi Agustus 2024

Heru Budi Harap Groundbreaking MRT East-West Bisa Terealisasi Agustus 2024

Megapolitan
Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Daftar Pencalonan Wali Kota Bekasi, Mochtar Mohamad Mengaku Dipaksa Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Misteri Sosok Mayat Perempuan dalam Koper, Bikin Geger Warga Cikarang

Megapolitan
Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Kekejaman Nico Bunuh Teman Kencan di Kamar Kos, Buang Jasad Korban ke Sungai hingga Hanyut ke Pulau Pari

Megapolitan
Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Ulah Sindikat Pencuri di Tambora, Gasak 37 Motor dalam 2 Bulan untuk Disewakan

Megapolitan
Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Upaya Chandrika Chika dkk Lolos dari Jerat Hukum, Ajukan Rehabilitasi Usai Ditangkap karena Narkoba

Megapolitan
Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Mochtar Mohamad Ajukan Diri Jadi Calon Wali Kota Bekasi ke PDIP

Megapolitan
Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Keluarga Ajukan Rehabilitasi, Chandrika Chika dkk Jalani Asesmen di BNN Jaksel

Megapolitan
Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal 'Numpang' KTP Jakarta

Banyak Warga Protes NIK-nya Dinonaktifkan, padahal "Numpang" KTP Jakarta

Megapolitan
Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Dekat Istana, Lima dari 11 RT di Tanah Tinggi Masuk Kawasan Kumuh yang Sangat Ekstrem

Megapolitan
Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Menelusuri Kampung Kumuh dan Kemiskinan Ekstrem Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Keluh Kesah Warga Rusun Muara Baru, Mulai dari Biaya Sewa Naik hingga Sulit Urus Akta Kelahiran

Megapolitan
Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Nasib Malang Anggota TNI di Cilangkap, Tewas Tersambar Petir Saat Berteduh di Bawah Pohon

Megapolitan
Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Bursa Cagub DKI Jakarta Kian Ramai, Setelah Ridwan Kamil dan Syahroni, Kini Muncul Ahok hingga Basuki Hadimuljono

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com