Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kiat Mencegah, Mengenali, dan Antisipasi Serangan Jantung bagi Pesepeda

Kompas.com - 26/06/2020, 06:08 WIB
Vitorio Mantalean,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Di kota-kota besar di Indonesia, tren bersepeda kembali digandrungi saat pandemi Covid-19 melanda.

Tren ini dianggap selaras dengan gaya hidup sehat. Meski begitu, layaknya olahraga pada umumnya, ada kemungkinan bahwa tren ini justru meningkatkan risiko kesehatan.

Buktinya, belakangan ini, muncul sejumlah insiden kematian yang mendera pesepeda. Serangan jantung dianggap jadi penyebabnya.

Sejauh ini, baru satu kasus yang terkonfirmasi serangan jantung, yakni meninggalnya seorang pria saat bersepeda di Jalan Raya Cimatis Kelurahan Jatikarya, Kecamatan Jatisampurna, Bekasi pada Minggu (21/6/2020).

Baca juga: Banyak Pesepeda Mendadak Meninggal Dunia, Dokter Spesialis: Jangan Digeber!

Serangan jantung pada kematian lainnya, seperti di Alam Sutera, Tangerang Selatan beberapa waktu lalu, masih berupa dugaan.

Dokter spesialis jantung Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Dian Zamroni tak menampik bila risiko serangan jantung memang juga mengintai para pesepeda.

"Ada orang yang lagi getol-getolnya karena baru pertama kali, kemudian memaksa sehingga kapasitas fungsi jantungnya seperti digeber," kata Dian kepada Kompas.com, Rabu (24/6/2020).

Ada sejumlah cara yang dapat ditempuh pesepeda, terutama bagi pemula, untuk menghindari risiko ini.

Dian berujar, langkah ini semakin penting terutama pada kalangan dengan faktor risiko besar (mulai menua, laki-laki, punya faktor keturunan, menderita hipertensi, diabetes, perokok, hingga obesitas).

Baca juga: Pria di Bekasi Meninggal Saat Bersepeda, Polisi Sebut karena Serangan Jantung

Tes medis

Cek medis menjadi langkah yang menurutnya paling diperlukan bagi seseorang yang ingin menceburkan diri dalam tren bersepeda.

Dengan ini, seseorang dapat mengetahui sejauh mana kemampuan kinerja jantungnya, serta sejauh apa ia menghadapi risiko serangan jantung.

"Pertama adalah screening. Apakah kita ada faktor risiko (mulai menua, laki-laki, punya faktor keturunan, menderita hipertensi, diabetes, perokok, hingga obesitas). Kalau tidak ada, maka langkah berikutnya adalah seberapa kuat jantung kita menerima tindakan olahraga," ujar Dian saat dihubungi Kompas.com, Kamis (25/6/2020).

"Medical check-up saja. Di laboratorium dicek, adakah kolesterol tinggi, diabetes, lalu dicek tensi darahnya," imbuh dia.

Kedua, tes yang terukur adalah dengan tes lari di treadmill, dengan tubuh ditempeli berbagai perangkat tes untuk mengukur kerja organ saat berolahraga.

Baca juga: Sesak Napas sampai Nyeri Dada, Kenali Gejala Awal Serangan Jantung Saat Bersepeda

Melalui tes ini, kinerja organ akan terekam, apakah ia memiliki potensi sumbatan di pembuluh darah jantung hingga gangguan kelistrikan jantung. Pengukuran ini dilakukan hingga batas kemampuan tubuh saat olahraga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com