Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Orangtua Murid di Bekasi Kesal Lihat Titik Koordinat PPDB Jalur Zonasi Tak Valid

Kompas.com - 03/07/2020, 11:47 WIB
Cynthia Lova,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

BEKASI, KOMPAS.com - Sejumlah orangtua calon murid berdatangan ke Kantor Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (2/7/2020) kemarin. Mereka meminta titik koordinat penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2020/2021 jalur zonasi dikoreksi karena tidak valid.

Letak titik koordinat itu menjadi penentuan seorang calon murid lolos di sekolah yang dituju.

Namun banyak calon siswa yang tidak diterima di sekolah yang dituju lantaran kesalahan titik koordinat tersebut. Hal itu kemudian membuat sejumlah orangtua calon siswa kesal.

Dewi (50), orangtua calon murid yang mendaftarkan anaknya ke SMPN 10 Bantargebang salah satu yang kesal itu. Dewi mengatakan, di laman website resmi Disdik Bekasi, titik kordinat yang terdaftar dari rumahnya di kawasan Bantargebang ke SMPN 10 Bantargebang, berjarak 1.072 meter.

Baca juga: Orangtua Keluhkan Titik Koordinat PPDB Jalur Zonasi yang Salah, Pemkot Bekasi: Human Error

“Titik koordinat jarak antara sekolahan ke rumah kami tidak sesuai, itu kata saya titik koordinatnya ngaco. Soalnya jarak rumah saya sama sekolahan itu enggak terlalu jauh, 5 menit 10 menit juga sudah sampai,” ujar Dewi di Kantor Disdik Kota Bekasi, kemarin.

Hal yang sama dikemukan Reni (40), orangtua calon murid lainnya. Reni hendak mendaftarkan anaknya ke SMPN 50, Rawalumbu, Bekasi. Reni mengatakan, sistem yang zonasi berantakan membuat anaknya tergusur dari SMPN 50.

“Saya dari pagi ini, ngantre perbaiki data. Harusnya jarak saya 983 meter ke sekolah, ini kenapa tiba-tiba di website pendaftaran malah 1,2 Kilometer. Makanya tadi minta perbaiki," ucap dia.

Ia mengaku lelah harus antre dari pagi di Kantor Disdik Kota Bekasi hanya demi memperbaiki titik koordinat yang salah di laman pendaftaran Disdik Bekasi. Ternyata, perbaikan titik koordinat tak langsung membuat anaknya lolos ke sekolah tujuan.

Harus tunggu gelombang kedua

Reni harus menunggu gelombang kedua yang dijadwalkan 6 Juli untuk bisa daftar ulang menggunakan titik koordinat yang telah diperbai. Kini ia hanya bisa berharap anaknya diterima pada gelombang kedua.

Meski daya tampung siswa pada gelombang kedua lebih sedikit, ia mau menunggu demi anaknya masuk sekolah negeri ketimbang harus masuk sekolah swasta. Ia mengatakan tidak punya biaya untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta.

“Anak saya nilainya tinggi, semoga saja setelah diperbaiki diterima di negeri dibanding sekolah di swasta,” ucap dia.

Ia juga ragu menyekolahkan anaknya di swasta karena pertimbangan akreditasi dan lingkungan sekolah.

“Kalau sekolah swasta bagus kan mahal, saya mana ada biaya, makanya maunya sekolah negeri, Mbak,” kata dia.

Titik Koordinat salah karena human error

Sekertaris Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Uu Saiful Mikdar mengaku ada kelalaian manusia terkait penentuan titik koordinat PPDB jalur zonasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com