Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Anak Tukang AC Berprestasi tapi Gagal PPDB Tangerang, "Dipaksa" Cari Sekolah Swasta

Kompas.com - 08/07/2020, 16:58 WIB
Singgih Wiryono,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

TANGERANG, KOMPAS.com - Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kembali menimbulkan kekecewaan di tengah masyarakat.

Kali ini Afrizal Joni, teknisi pendingin ruangan (air conditioner) yang tinggal di Cipondoh, Kota Tangerang harus memikirkan biaya lebih agar putrinya bisa bersekolah di sekolah swasta.

Ini jalan terakhir yang bisa ditempuh Joni setelah putrinya dinyatakan tidak lolos dalam PPDB di SMAN 10 Tangerang.

Joni tak kuasa melihat putrinya menangis kecewa terhadap pengumuman kelulusan PPDB yang dikelola oleh Dinas Pendidikan Provinsi Banten tersebut.

"Anak saya nangis-nangis, dia kecewa, sampai tanya ke saya 'salah saya apa pak?'," tutur Joni saat dihubungi Kompas.com melalui telepon, Rabu (8/7/2020).

Baca juga: Hari Terakhir PPDB Jakarta hingga Pukul 15.00 WIB, Masih Ada Kursi Kosong di 115 SMAN

Joni mengatakan, putrinya tersebut termasuk siswa yang cukup pintar. Dengan bangga, Joni mengatakan anaknya tak pernah keluar dari urutan 10 besar saat masih SMP.

Joni sempat protes, dia sudah banyak menempuh usaha agar putri sulungnya itu bisa bersekolah di sekolah negeri yang berjarak 800 meter dari rumah mereka itu.

Mulai dari mendatangi tokoh lingkungan, ketua RW dan mendatangi sekolah. Tapi semua angkat tangan, dan mengatakan keputusan sulit diubah karena merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi.

Baca juga: PPDB Jakarta Tahap Akhir Sisakan 2.512 Kursi di 115 SMA Negeri, Ini Daftarnya

"Saya datang ke sekolah, tapi apa panitianya menghilang, saya hanya dihadap-hadapkan dengan satpam saja," kata dia.

Keinginan Joni untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah negeri bukan tanpa alasan. Berprofesi sebagai teknisi AC, Joni merasa berat untuk membayar biaya yang ditawarkan di sekolah swasta.

Dia berharap di sekolah negeri, anaknya bisa mendapatkan keringanan biaya.

Ditawari Lolos dengan Uang 12 Juta

Joni juga mengaku saat dirinya datang ke sekolah untuk melakukan protes, ada orang tak dikenal menawarkan dia untuk lolos dengan cara membayar sejumlah uang.

Memang bukan dari panitia, kata dia, berseliweran orang-orang yang menawarkan dia untuk membayar sejumlah uang untuk memastikan anaknya bisa masuk SMAN 10 Tangerang.

"Dia bilang ada yang tawarin 12 juta kalau mau lolos, DP 5 juta," kata Joni.

Tapi jangankan untuk membayar dengan harga setinggi itu, niat awal masuk sekolah negeri saja untuk mendapat keringanan biaya, bukan untuk menambah biaya hingga Rp 12 juta.

Baca juga: Anaknya Tak Lolos PPDB SMP, Orangtua Kejar dan Cegat Mobil KadisdikAf

Untuk tetap menghidupkan asa pendidikan anaknya, Joni akhirnya memberanikan diri untuk melangkah ke sekolah swasta di Kota Tangerang.

Di sekolah swasta, Joni diminta membayar uang pendaftaran sebesar Rp 4 juta. Karena besaran uang pendaftarn tersebut, Joni hanya mengambil formulir sambil memikirkan sekolah lain yang lebih bersahabat untuk keuangan keluarganya.

"Belum lagi iuran bulanan segala macam," keluh Joni.

Dia berharap, pemerintah bisa adil dengan orang-orang seperti Joni yang tak punya alasan untuk ditolak di sekolah negeri, baik dari sisi jarak maupun kemampuan finansial keluarganya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com