Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Dokter Terima Pasien Covid-19 yang Ditolak 10 RS hingga Banyak Rekan Terinfeksi Corona

Kompas.com - 24/06/2021, 09:32 WIB
Nursita Sari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Dua minggu terakhir ini benar-benar terjadi lonjakan kasus Covid-19. Peningkatannya tiba-tiba banget. Workload-nya benar-benar gede," kata Rizal, bukan nama sebenarnya, memulai ceritanya kepada Kompas.com, Rabu (23/6/2021).

Rizal adalah seorang dokter yang bertugas di IGD salah satu rumah sakit rujukan Covid-19 di Jabodetabek. Selama pandemi, ia banyak merawat pasien Covid-19.

Rizal berujar, lonjakan jumlah pasien Covid-19 pasca-libur Lebaran lebih parah ketimbang Januari 2021, setelah libur Natal dan Tahun Baru.

Kondisi kesehatan para pasien juga jelek, yakni bergejala klinis sedang hingga berat.

"Tren pasien klinisnya sedang-berat, bahkan sekarang lebih banyak yang usia lebih muda, kurang dari 60 tahun. Yang usia 25-26 tahunan dengan klinis berat juga ada," ucapnya.

Baca juga: 422 Kasus Baru Hari Ini, Pasien Covid-19 Depok Sudah 5.449 Orang

Setelah menghadapi gelombang tinggi kasus Covid-19 pada Januari lalu, para tenaga kesehatan di IGD rumah sakit tersebut tak banyak menerima pasien Covid-19.

Saking sepinya, mereka punya waktu untuk memisahkan IGD khusus Covid-19 dan non-Covid-19.

Ranjang khusus Covid-19 yang ada di sana tak pernah terisi penuh. Tiap shift kerja tujuh jam, paling hanya ada 2-3 pasien baru, malah kadang tak ada pasien, kata Rizal.

"Setelah surge Januari-Februari, kami lumayan lengang selama empat bulan. Sekarang, pasien baru IGD per shift bisa lebih dari lima," tutur Rizal.

"Sekarang ada 24 pasien stagnan enggak bisa naik rawat inap, ICU, atau HCU karena full. Jadi, mau enggak mau, ya, di IGD. Kemarin sempat sampai 30 pasien, ada beberapa yang harus nunggu sambil duduk di IGD karena bed IGD terisi semua," ujar dia.

Selain tidak kebagian tempat tidur, ada pula pasien yang tak kebagian sentral oksigen karena semuanya sudah habis terpakai. Akhirnya mereka memakai tabung oksigen.

Terima pasien yang ditolak 10 RS

Rizal bercerita, RS tempatnya bekerja tidak pernah menolak pasien. Dari sejumlah pasien yang datang ke sana, banyak di antaranya sudah datang ke RS lain terlebih dahulu, tetapi ditolak.

"Pasien yang datang ke RS ini mostly udah ditolak RS-RS lain, bahkan ada yang sampai ditolak 10 RS karena full," kata Rizal.

Baca juga: Kasus Covid-19 Lebih Parah dari Gelombang Pertama, Kenapa Depok Tetap Hindari Lockdown?

Karena RS itu tak pernah menolak pasien, sudah tentu ada konsekuensi yang dihadapi. Pasien membeludak, tempat tidur terisi seluruhnya, tak ada lagi tempat untuk menampung pasien.

"Jadi ya kami edukasi pasien. Kalau mau ke IGD kami, konsekuensinya harus duduk dan pasti enggak nyaman, enggak tahu juga kapan dapat bed atau kamar. Belum lagi kalau sesak, oksigen belum tentu ada," tutur Rizal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com