Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembebasan Lahan Jadi Hambatan Penanganan Banjir era Anies-Riza, Pengamat: Dialog Terus, Meski Berkali-kali

Kompas.com - 17/10/2022, 17:43 WIB
Larissa Huda

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu upaya untuk menangani banjir di DKI Jakarta adalah lewat program naturalisasi atau normalisasi sungai.

Namun, program ini diakui oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria belum optimal selama lima tahun terakhir karena sulitnya pembebasan lahan di bantaran sungai.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, menilai ada banyak faktor yang jadi hambatan, salah satunya masyarakat yang enggan direlokasi dari bantaran sungai.

Baca juga: Normalisasi Sungai Mandek, Wagub Riza: Banyak Masalah Pembebasan Lahan

Menengok ke era Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Yayat menilai memang pembebasan lahan bisa berjalan. Namun, hal itu berimplikasi pada konflik sosial di masyarakat.

"Sebaiknya memadukan dengan komunikasi dengan semua unsur masyarakat, lalu meminta dukungan ke pemerintah pusat," kata Yayat kepada Kompas.com, dikutip Senin (17/10/2022).

Menurut Yayat, hal ini sebetulnya bisa dikompromikan bersama warga setempat. Selain itu, juga perlu koordinasi dan kerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Sebetulnya, Kementerian PUPR sudah punya rencana sejak lama. Namun, karena kebijakan yang diambil oleh Pemprov DKI berbeda dan tidak mau mengambil risiko konflik sosial," tutur Yayat.

Jika ada penolakan, Yayat berujar perlu ada dialog dengan warga setempat meskipun hal itu dilakukan berkali-kali. Cara pendekatannya, kata Yayat, bisa dengan membentuk satuan tugas koordinasi yang kuat dengan seluruh unsur yang ada.

Baca juga: Ingin Bahas Polemik Banjir Kiriman, Heru Budi Hartono Akan Temui Menteri PUPR

"Memang perlu ada pendekatan dialog yang panjang, sehingga persoalan bisa diatasi. Mereka juga perlu diberikan penjelasan kerugian apabila mereka terus tinggal di tempat bajir," kata dia.

Selain itu, Yayat mengatakan masyarakat juga perlu diberikan edukasi bahwa program Pemprov DKI ini merupakan bagian dari upaya untuk menyelamatkan Jakarta.

Selain itu dalam konteks untuk menyelamatkan Jakarta itu, kata Yayat, seharusnya apa yang sudah dilakukan dilanjutkan dengan berbasis masterplan.

Sayangnya, kata Yayat, penanganan banjir saat ini masih mengacu pada masterplan tahun 1973 yang dinilai sudah usang dan tidak relvan dengan kondisi terkini.

"Yang mana kondisi saat ini tingkat curah hujannya semakin ekstrem, namun penanganan yang belum ekstrem," tutur Yayat.

Baca juga: Strategi Heru Budi Atasi Banjir Jakarta, Revitalisasi Saluran hingga Bangun Sodetan

Sebelumnya, Riza mengakui belum maksimalnya program untuk mengatasi banjir itu disebabkan karena sulitnya pembebasan lahan di bantaran sungai.

Ia menjelaskan, program naturalisasi atau normalisasi sungai merupakan tanggung jawab bersama Pemerintah Provinsi DKI dengan Pemerintah Pusat.

Menurut dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kebagian tugas menyiapkan lahan untuk melebarkan sungai.

Sementara, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyiapkan satuan pelaksana (satpel) normalisasi.

Menurut Riza, Pemprov DKI menemui sejumlah hambatan saat pembebasan lahan seperti sengketa, konflik, dan lainnya. Karena ada hambatan itu, ia mengaku bahwa jajarannya berhati-hati saat membebaskan lahan.

Di sisi lain, Kementerian PUPR tak bisa menggarap normalisasi secara terpotong.

Baca juga: Luasan Banjir Jakarta Berkurang, Pengamat: Ada Andil Gubernur Terdahulu

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Megapolitan
BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Megapolitan
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Megapolitan
Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antar Pribadi

Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antar Pribadi

Megapolitan
Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat Dalam Koper di Cikarang

Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat Dalam Koper di Cikarang

Megapolitan
Bagaimana jika Rumah Potong Belum Bersertifikat Halal pada Oktober 2024? Ini Kata Mendag Zulhas

Bagaimana jika Rumah Potong Belum Bersertifikat Halal pada Oktober 2024? Ini Kata Mendag Zulhas

Megapolitan
Tewasnya Mahasiswa STIP di Tangan Senior, Korban Dipukul 5 Kali di Bagian Ulu Hati hingga Terkapar

Tewasnya Mahasiswa STIP di Tangan Senior, Korban Dipukul 5 Kali di Bagian Ulu Hati hingga Terkapar

Megapolitan
Fenomena Suhu Panas, Pemerintah Impor 3,6 Juta Ton Beras

Fenomena Suhu Panas, Pemerintah Impor 3,6 Juta Ton Beras

Megapolitan
Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Megapolitan
Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Megapolitan
Mendag Tegaskan Rumah Potong Ayam Harus Bersertifikat Halal Oktober 2024, Tidak Ada Tawar-tawar Lagi

Mendag Tegaskan Rumah Potong Ayam Harus Bersertifikat Halal Oktober 2024, Tidak Ada Tawar-tawar Lagi

Megapolitan
Mobil Mahasiswa Tabrak Bus Kuning UI, Saksi: Penumpangnya 3, Cowok Semua

Mobil Mahasiswa Tabrak Bus Kuning UI, Saksi: Penumpangnya 3, Cowok Semua

Megapolitan
Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper: Setubuhi dan Habisi Korban, lalu Curi Uang Kantor

Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper: Setubuhi dan Habisi Korban, lalu Curi Uang Kantor

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com