JAKARTA, KOMPAS.com - Selama ratusan tahun, banjir rajin mampir di Jakarta. Selama ratusan tahun pula belum satu pun pemimpin daerah yang bisa menjinakkannya.
Wacana dan konsep berulang kali dirumuskan, janji-janji menangani banjir terucap saat kampanye pilgub atau ketika baru menjabat menjadi gubernur.
Namun hingga saat ini, warga belum pernah merasakan adanya realisasi program penanganan banjir Jakarta yang dijalankan sepenuh hati.
Di era kepemimpinan Gubernur Anies Baswedan, program penanganan banjir yang dilakukan terdiri dari pembangunan sumur resapan, perbaikan sistem polder, pengerukan sungai dan waduk, hingga penggunaan pompa air.
Namun, program-program tersebut belum menunjukkan hasil yang signifikan dalam mengurangi banjir Jakarta.
Baca juga: Strategi Heru Budi Atasi Banjir Jakarta, Revitalisasi Saluran hingga Bangun Sodetan
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta, hujan deras yang mengguyur Jakarta pada awal Oktober 2022 mengakibatkan genangan banjir di 17 ruas jalan dan 41 rukun tetangga (RT).
Wacana terbaru, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan akan membuat strategi penanganan banjir berdasarkan penyebabnya.
Menurut dia, ada tiga penyebab banjir di Jakarta, yaitu rob, hujan, dan banjir kiriman dari hulu. Untuk banjir rob, Heru akan membangun waduk dan tanggul raksasa di pesisir Jakarta.
Sementara itu, untuk mengatasi banjir akibat intensitas hujan lebat yang sering terjadi di Jakarta, Heru akan melakukan revitalisasi saluran-saluran.
Baca juga: Luasan Banjir Jakarta Berkurang, Pengamat: Ada Andil Gubernur Terdahulu
Adapun untuk banjir kiriman, Heru akan melanjutkan program sumur resapan untuk bisa dibangun di wilayah cekungan .
Lantas muncul pertanyaan, apakah strategi dan metode-metode berulang tersebut akan terbukti dapat mengatasi banjir Jakarta?
Dalam buku Gagalnya Sistem Kanal, Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa, karya Restu Gunawan (2010) Belum ada kebijakan mengatasi banjir yang konsisten, berkesinambungan, dan tuntas dari hulu sampai hilir.
Pengendalian banjir secara struktural di Batavia baru dimulai pada 1854 dengan terbentuknya Departement van Burgelijke Openbare Werken (BOW).
Pada 1854-1930, Kolonial Belanda membangun megaproyek kanal banjir, pintu air, tanggul, dan saluran.
Baca juga: Target Meleset, Wagub Riza Akui Banjir Jakarta Ada yang Tak Surut Dalam 6 Jam
Namun, meluasnya daerah banjir pada 1932 juga menunjukkan kanal banjir hanya mampu mengendalikan banjir selama 10 tahun.