JAKARTA, KOMPAS.com - Irjen Teddy Minahasa membacakan nota pembelaan atau pleidoi atas tuntutan hukuman mati dalam kasus peredaran sabu di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (13/4/2023).
Teddy tampak membuka pleidoi berjudul "Sebuah Industri Hukum dan Konspirasi", dengan melantunkan Al Quran Surat Al Baqarah Ayat 183.
"Ya ayyuhallazina aman? kutiba 'alaikumua-siyamu kama kutiba 'alallazina minqablikum la'allakum tattaqun," kata Teddy dalam persidangan.
Adapun arti dari ayat tersebut yakni “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
"Saya sampaikan hormat saya setulus-tulusnya kepada majelis hakim Yang Mulia, jaksa penuntut umum yang selama perkara ini, saya sebagai terdakwa dianggap berperilaku kurang santun dan emosional," ujar Teddy.
Baca juga: Linda Sebut Teddy Minahasa Marah-marah karena Harga Sabu yang Dijual Tak Cocok
Perilakunya yang kerap dianggap emosional itu, lanjut Teddy, dikarenakan dirinya tak pernah bermasalah dengan hukum.
Sehingga, dia merasa tak terima karena ikut terseret dalam kasus peredaran sabu.
"Saya juga menyampaikan permohonan maaf kepada institusi Polri, dan seluruh personel Polri atas peristiwa ini sehingga berdampak pada memburuknya citra Polri," papar Teddy.
Teddy yakini kasusnya konspirasi
Dalam persidangan, Teddy Minahasa meyakini kasus peredaran sabu yang menjeratnya merupakan konspirasi.
Teddy berpandangan, banyak kejanggalan dalam proses hukum yang tengah dijalaninya.
"Terjadi banyak sekali kejanggalan dan unprocedural yang dilakukan sejak proses penyidikan, dan penuntutan dengan memanfaatkan para terdakwa lainnya yang mengarah kepada sebuah konspirasi dan rekayasa untuk membunuh karakter saya," papar Teddy.
Baca juga: Teddy Minahasa Duga Ada Sutradara di Balik Kasus Peredaran Sabu yang Menjeratnya
Teddy menyampaikan, dalam proses hukum yang dialaminya terjadi banyak pelanggaran.
Salah satunya saat proses penetapan dirinya sebagai tersangka pada 13 Oktober 2022.
Padahal, menurut Teddy, dia belum pernah diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut.
"Sudah jelas bahwa prosedur penetapan seorang menjadi tersangka harus melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Hal ini mengesankan bahwa saya memang dibidik untuk dijatuhkan," ungkap Teddy.
Bukan hanya itu, lanjut Teddy, dia juga merasa telah "dibinasakan."
Penetapan dirinya sebagai tersangka hanya berdasarkan keterangan saksi dan percakapakan WhatsApp yang berasal dari hasil ekstraksi ponsel milik tersangka lain.
"Jadi bukan handphone milik saya Yang Mulia, handphone milik saya tidak pernah ditampilkan Yang Mulia," jelas Teddy.
Baca juga: Teddy Minahasa Sebut AKBP Dody Ikuti Jejak Eliezer untuk Ringankan Hukuman
Di hadapan majelis hakim, eks Wakapolda Lampung ini kemudian menyatakan, perkara tersebut menghancurkan kariernya di kepolisian.
"Menghancurkan hidup serta masa depan saya, yang tentunya berdampak terhadap keluarga besar saya. Bahkan akhirnya bertujuan untuk membinasakan saya," kata Teddy.