BEKASI, KOMPAS.com - Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi dan Cikeas (KP2C) Puarman meminta pemerintah pusat turun menangani permasalahan Kali Bekasi yang tercemar limbah.
Sebab, pencemaran Kali Bekasi sudah berulang kali terjadi.
"Jangan diserahkan ke wilayah lagi. Kehadiran pemerintah pusat juga harus turun. Kementerian LHK juga mesti, karena ini sudah lintas wilayah dan sudah merugikan masyarakat," kata Puarman kepada wartawan, Senin (14/8/2023).
Baca juga: Kondisi Kali Bekasi yang Tercemar Limbah, Surut dan Keluarkan Bau Tak Sedap
Pemerintah pusat didesak turun tangan mengingat pencemaran tersebut membuat warga di beberapa wilayah tidak mendapatkan hak air bersih.
"Bukan ratusan lagi yang dirugikan, sudah puluhan ribu warga yang dirugikan. Dari baunya, masyarakat tidak bisa menggunakan air kali yang dipergunakan untuk PDAM dan lainnya," jelas Puarman.
Selain itu, KP2C juga meminta Pemerintah Provinsi Jawa Barat lebih tegas menindak pencemar Kali Bekasi, tidak hanya mengawasi pabrik-pabrik yang di wilayahnya.
"Yang seharusnya sudah dilakukan penindakan. Kalau satu atau dua tahun dikasih toleransi, okelah, tapi itu sekarang sudah diabaikan," ucap Puarman.
"Karena sudah cukup pembinaan, pengawasan. Saya sudah bosan dengarnya. Penindakan yang penting. Penindakan yang tegas," sambung dia.
Baca juga: Kali Bekasi Tercemar Limbah Industri Tekstil
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi Yudhianto menuturkan, Kali Bekasi tercemar limbah yang dibuang pabrik garmen atau industri pakaian.
Hal itu diketahui dari hasil uji laboratorium pada Jumat (11/8/2023). Air di kali tersebut ternyata mengandung unsur klorin.
"Klorin artinya ada limbah terkait dengan sisa aktivitas pencucian pakaian atau pencucian berwarna buat tekstil, sehingga diduga berasal dari pabrik industri garmen atau pencucian pakaian," kata Yudhianto.
Dampaknya, ada penurunan debit air untuk cadangan air baku pengolahan air bersih oleh Perumda Air Minum Tirta Patriot. Hal ini memengaruhi pelayanan air bersih kepada warga.
"Itu dugaan kami, selanjutnya hasil laboratorium kami serahkan ke Dinas LH Jawa Barat untuk dilakukan kajian. Adapun sampai sekarang, kami menunggu dari Dinas LH Jawa Barat untuk mengambil langkah selanjutnya," ucap Yudhianto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.