Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Dampaknya kalau Abaikan Pengetatan Emisi dari Pembangkit Listrik dan Industri Sekitar Jakarta

Kompas.com - 16/08/2023, 06:15 WIB
Larissa Huda

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dinilai harus benar-benar serius mengendalikan emisi yang dihasilkan pembangkit listrik dan industri di sekitar Jakarta.

Hal ini perlu dilakukan lantaran kualitas udara di Jakarta secara konsisten menempati posisi kota dengan polusi udara terparah di dunia beberapa waktu terakhir.

Kepala Divisi Pengendali Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah mengingatkan, pemerintah jangan hanya berfokus pada emisi dari kendaraan bermotor.

Baca juga: Heru Budi Akan Kaji Usulan Menhub soal Penerapan 4 in 1 untuk Atasi Polusi Udara

"Kalau hanya fokus pada kendaraan bermotor, perbaikannya dominan pada parameter pencemar CO (karbon monoksida), NO2 (nitrogen dioksida), dan PM2.5," ucap Fajri kepada Kompas.com, Selasa (15/8/2023).

Jika penanganan polusi hanya gencar pada pengurangan emisi dari kendaraan bermotor maka senyawa sulfur dioksida (SO2) yang dihasilkan pembangkit listrik dan industri akan tetap ada.

Padahal, SO yang berinteraksi dengan nitrogen di atmosfer akhirnya akan membentuk secondary PM 2.5 atau partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2.5 mikron.

Di sisi lain, kata Fajri, pengendalian emisi dari sumber tidak bergerak seperti industri dan pembangkit listrik jauh lebih mudah karena jumlahnya lebih sedikit dibanding kendaraan bermotor.

Baca juga: Darurat Pengetatan Batas Emisi Pembangkit Listrik dan Industri demi Kualitas Udara Jakarta dan Sekitarnya

Selain itu, Fajri yakin, mengendalikan kendaraan bermotor relatif lebih sulit.

Menurut dia, transisi pengguna kendaraan pribadi ke transportasi publik cenderung sulit melihat layanan transportasi publik juga masih belum memadai.

"Jadi lebih baik pengendalian pencemaran udara tidak dibatasi hanya pada kendaraa bermotor saja kalau menurut saya," ucap Fajri.

Setidaknya ada 16 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara yang berada tak jauh dari Jakarta. Menurut sebarannya, sebanyak 10 PLTU berlokasi di Banten, sedangkan enam PLTU di Jawa Barat.

Baca juga: BRIN Kaji Penyebab Fenomena Polusi Udara di Jabodetabek

Di sisi lain, berdasarkan studi oleh lembaga riset Center for Research of Energy and Clean Air (CREA), ada sekitar seratus fasilitas industri yang beroperasi di Jawa Barat dan Banten.

Meskipun wilayah Jakarta belum dipastikan sebagai penerima emisi terbesar dari industri dan pembangkit listrik itu, polusi udara sudah parah akibat sumbangan emisi dari kendaraan bermotor.

Menurut Fajri, kontribusi nitrogen dioksida dan karbon monoksida dari kendaraan bermotor memang cukup tinggi, yaitu 90 persen.

Namun, kata Fajri, hal penting yang perlu disoroti bahwa industri dan pembangkit listrik itu merupakan kontributor utama untuk sulfur dioksida.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com