ORDERLY Disorder, ketidakteraturan yang teratur, meminjam konsep Prof. Mustofa, Guru Besar Kriminologi Universitas Indonesia. Mungkin konsep ini cocok untuk menggambarkan lalu lintas Jabodetabek.
Bagaimana tidak, masyarakat Jabodetabek seakan terbiasa dengan ketidakteraturan. Motor melawan arus, mobil mengambil bahu jalan di tol, parkir sembarangan, dan ketidakteraturan lain seakan menjadi sesuatu yang “teratur” di Jakarta.
Bahkan masyarakat Jabodetabek seringkali justru kaget ketika jalanan menjadi teratur. Perkataan “tumben rapi” atau “tumben tertib” menjadi gambaran betapa keteraturan justru bukanlah sesuatu yang biasa di jalanan Jabodetabek.
Kita pun menjadi terbiasa dengan ketidakteraturan tersebut. Misalnya, ketika melewati jalur di mana banyak orang berkendara melawan arus, secara terbiasa kita memberikan ruang jalan untuk mereka.
Atau begitu menerimanya kita ketika ada pemobil meminta jalan setelah mereka melintas di bahu jalan.
Contoh terbaru adanya tujuh sepeda motor yang ditabrak truk pengangkut bahan bangunan di Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Sejak saya masih kuliah di Depok periode 2004-2009, fenomena tersebut sudah terjadi di Lenteng Agung.
Pemotor, tidak jarang juga saya menemukan pemobil, melawan arus sedikit demi bisa masuk ke perlintasan sebidang depan IISIP. Hal ini untuk menghemat waktu ketimbang mereka memutar di perlintasan sebidang Universitas Pancasila.
Sejak 2021, perlintasan sebidang IISIP sudah tidak ada dan berganti Flyover Lenteng Agung.
Namun bukan berarti “minat” pemotor untuk melawan arus berkurang, karena faktanya awal pekan ini, terjadi kecelakaan lalu lintas yang menimpa para pemotor yang melawan arus.
Selain ada di pemberitaan, video pascakecelakaan yang menggambarkan korban-korban kecelakaan tersebut bergelimpangan juga viral di media sosial.
Bahkan kejadian laka lantas tersebut tidak membuat para pemotor yang melawan arus jera, karena sehari setelah kejadian terekam kamera baik dari liputan media mainstream maupun kamera masyarakat bahwa masih ada pemotor melawan arus di sana.
Artinya, jatuhnya korban akibat melawan arus tidak lantas mengubah perilaku yang sudah menjadi “teratur” di sana.
Dalam sosiologi dikenal konsep Anomie. Anomie adalah situasi kacau dan seakan tanpa peraturan.
Konsep anomie ini pertama dicetuskan sosiolog Emile Durkheim (1897) yang pada awalnya menggambarkan terjadinya anomie adalah karena gagalnya seorang individu mengikuti norma sosial yang ada.