JAKARTA, KOMPAS.com - Tak mudah bagi AG (15) menerima kenyataan sebagai anak berhadapan dengan hukum alias ABH. Ia harus berperang dengan stigma negatif yang melekat padanya.
Hubungannya dengan Mario Dandy Satriyo (20) membawa siswi kelas VIII itu masuk ke dalam pusaran kasus penganiayaan berat Mario terhadap D (17).
Situasi itu memang tak mudah untuk dijalani AG, apalagi kasusnya menjadi buah bibir masyarakat bahkan jadi sasaran perundungan di media sosial.
Baca juga: Tangis AG Saat Menyanyikan Lagu Di Doa Ibuku, Namaku Disebut...
Bahkan, keluarganya menjadi sasaran perundungan masyarakat, terutama di media sosial. AG mengaku, sebenarnya ingin marah. Tapi, batinnya tertekan.
"Mau membela diri juga pasti orang-orang enggak bakal dengar, kalau menurutku," ujar AG di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas 1 Tangerang, Rabu (23/8/2023) lalu.
Ia pun hanya bisa mengekspresikan luapan emosinya dengan tangis sembari berdoa kepada Tuhan agar dirinya sendiri dan keluarga mampu menjalani situasi terpuruk ini.
Sejak proses hukum dimulai, AG lebih memilik banyak diam daripada sibuk membela diri. Ia mengaku hanya memendam amarah atas apa yang terjadi pada dirinya dan keluarga.
Baca juga: Trauma dengan Mario Dandy, AG: Dengar Namanya Saja Langsung Deg-degan
"Enggak kayak seperti berusaha klarifikasi begitu karena takutnya malah 'digoreng' begitulah sama netizen (warganet). Jadi, aku memilih diam," ujar AG.
Hal serupa juga ia lakukan saat dihujani puluhan pertanyaan dari awak media. AG mengaku, kondisinya pada awal proses hukum yang dimulai sejak Februari lalu membuatnya terpuruk.
"Karena posisinya saat itu masih syok dan down. Jadi, mau menjawab pertanyaan orang-orang luar itu masih enggak bisa. Masih sangat bingung banget," ucap AG.
Sudah sekitar enam bulan menjalani proses hukum, AG merasa psikologisnya mulai membaik sejak ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas 1 Tangerang pada Juni 2023.
Baca juga: Curhat AG jadi Anak Berhadapan dengan Hukum: Mau Bela Diri, Orang Enggak Akan Dengar
AG selalu menyibukkan diri mengikuti kegiatan musik sebagaimana hobinya saat masih bersekolah formal.
"Enggak terasa juga ya sudah dua bulan di sini. Aktivitas biasanya di sini aku nge-band. Dari dulu sekolah musik, tapi aku les vokal sama piano. Kalau di sini, aku maenin keyboard," kata AG.
Faktor pendukung lainnya karena AG nyaman ditempatkan di LPKA dibandingkan di Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS).
"Kalau di sini lebih nyaman karena dari sisi usia semuanya seumuran, terus di sini juga ketat. Jadi orang-orang yang masuk ke sini enggak sembarangan," ujar AG.