TANGERANG, KOMPAS.com - Anto (52), kernet bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) mengaku kerap bersekongkol dengan penumpang soal harga tiket bus.
Hal ini terpaksa dilakukan karena dia merasa upah sebagai kernet bus AKAP tak cukup untuk memenuhi kebutuhannya.
“Kayak di jalan, ya kita juga berpolitik juga, enggak goblok-goblok amat. Misalnya ada penumpang masuk, sopir tanya, ‘berapa itu?’, ‘Rp 110.000’. Padahal, penumpang bayarnya Rp 120.000, saya pegang Rp 10.000, saya simpan, harus kayak gitu,” ujar Anto saat berbincang dengan Kompas.com di sebuah warung kopi, Persimpangan Dadap, Dadap, Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (24/1/2024).
“Kan lumayan, kadang dapat Rp 70.000 atau Rp 80.000. Kalau sopirnya curiga, saya ngomong sama penumpang, ‘kalau sopirnya tanya, Rp 110.000 ya’. Iya, kongkalikong. Jadi kan lumayan, Rp 150.000 ditambah Rp 80.000. Tapi kan itu kalau ada penumpang, kalau enggak, ya begitu,” tutur Anto melanjutkan.
Baca juga: Keluh Kernet Bus AKAP: Sekali Perjalanan Dapat Rp 150.000 tapi Tak Tahu Kapan Pulang
Anto menjelaskan, ada saja sopir bus AKAP yang memberi upah hanya Rp 150.000 dalam satu kali perjalanan pulang dan pergi.
Bagi Anto, nominal tersebut terkadang tidak bisa menutupi kebutuhan sehari-hari. Kehidupan dia bersama istri dan dua anak di sebuah rumah dekat Terminal Tegal itu serba cukup.
“Nah, sekarang Rp 150.000, buat bini Rp 130.000, Rp 20.000 itu buat ngopi dan rokok, ya habis,” kata Anto saat berbincang dengan Kompas.com di sebuah warung kopi, Persimpangan Dadap, Dadap, Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (24/1/2024).
“Hitung, Rp 130.000, paginya buat sarapan satu keluarga, sangu sekolah anak, sorenya juga sama, belum kebutuhan lain-lain. Ya habis. Sekarang, duit Rp 100.000 mah enggak ada apa-apa. Cuma ya kernet begitu saja, enggak naik-naik (upahnya), heran,” lanjutnya.
Kendati demikian, Anto tidak menampik bahwa upah Rp 150.000 dari sopir ini untuk satu kali perjalanan (dua hari satu malam) bisa berbeda. Itu tergantung dengan kemurahan hati sang sopir kepada kernet.
Hanya saja, sejak 2015 menjadi kernet, Anto sering kali mendapatkan Rp 150.000 dan bahkan pernah lebih kecil, yakni Rp 90.000-Rp 100.000.
“Kalau sopirnya kasihan atau baik, ya dikasih Rp 250.000 atau Rp 300.000. Kalau sopirnya kayak bajingan semua, paling Rp 150.000. Dia (sopir rata-rata) penginnya duitnya yang gede. Kernet (bagi sopir) mah masa bodoh,” ucap Anto sambil menggelengkan kepala.
Dalam obrolan warung kopi ini, Anto juga menjelaskan mengenai tugas-tugas pokok sebagai seorang kernet.
Baca juga: Curhat Tata, Sopir Bus AKAP yang Penghasilannya Turun Drastis hingga Terpaksa Menginap di Terminal
Di Terminal Tegal, Anto hanya melakukan pengecekan dengan mengambil karcis-karcis dari penumpang. Setelahnya, ia harus melapor kepada pihak perusahaan otobus (PO).
Ketika dalam perjalanan ada penumpang yang naik, Anto menarik uang lalu memberikannya kepada sopir.
Setelah sampai tujuan, misal kawasan Dadap, Anto bersama sopir tidak langsung kembali ke Terminal Tegal. Mereka menunggu penumpang sampai keesokan harinya.