Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obrolan “Warung Kopi” Bareng Kernet Bus AKAP, Bahas “Money Politic” hingga Tak Percaya Lagi Siapa Pun Presidennya

Kompas.com - 26/01/2024, 07:23 WIB
Baharudin Al Farisi,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

 TANGERANG, KOMPAS.com - Deru mesin truk bermuatan tanah merah di Jalan Perancis, Dadap, Kabupaten Tangerang, terdengar tipis setelah pemilik warung kelontong memutar lagu “Kegagalan Cinta” yang disenandungkan Rhoma Irama melalui pengeras suara.

Kebisingan itu tidak menghambat kernet bus antar kota-antar provinsi (AKAP), Anto (52), yang berbicara ngalor ngidul tentang pekerjaan, keluarga, hingga pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Malah, dia menaikkan kaki kanan ke atas kursi panjang, kaki kanan posisi duduk bersila, lalu mencondongkan badannya ke depan.

Anto tidak lupa menyeruput segelas kopi lalu menghisap sigaret kreteknya saat hendak memulai kembali pembicaraan.

Baca juga: Keluh Kernet Bus AKAP: Sekali Perjalanan Dapat Rp 150.000 tapi Tak Tahu Kapan Pulang

Suasana di dalam warung kelontong sangat panas, maklum tidak ada kipas angin. Terkadang keringat tanpa sadar mengalir dari dahi ke leher.

Embusan angin di kawasan pergudangan Persimpangan Dadap yang masuk ke sela-sela tirai kayu dari depan warung kelontong lumayan membantu menyejukkan suasana.

Dalam sesi obrolan “warung kopi” ini, pria asal Tegal tersebut mengatakan bahwa para para calon legislatif (caleg) kerap kali menerapkan money politic.

“Ini sudah mulai (politik uang), sudah dari kemarin, bang. Ramai,” ungkap Anto santai.

“Wah, sudah banyak, bang. Jadi gini, ada yang kasih Rp 100.000, nah entar yang satunya kasih Rp 200.000. Nah, itu (yang kasih Rp 200.000) dapat suara. Yang Rp 100.000 kelelep,” ucap dia melanjutkan.

Baca juga: Siasat Anto Menutupi Kurangnya Upah Kernet Bus AKAP untuk Penuhi Kebutuhan Sehari-hari

Meski begitu, ia tidak percaya dengan janji politik para kandidat. Anto hanya mengambil uang itu untuk tambahan kebutuhan sehari-hari.

“Iya. Ada orang datang, kasih duit, kita 'amanin' saja. Pokoknya yang (uangnya) gede, dicoblos, gitu saja. Misalnya ada yang kasih Rp 300.000, ya itu saja. Main gede-gedean supaya dapat suara,” ujar dia.

Saat dicolek pertanyaan serupa untuk memastikan, Anto kembali menjawab dan mengakui kalau dia mengambil "pelicin" dari praktik politik uang ini.

“Sering (ambil uangnya). Orang dikasih semuanya kayak gitu sih. Enggak ada yang menolak, enggak ada. Kan sayang-sayang, lumayan buat belanja atau beli apa,” ucap Anto.

Apalagi, suasana praktik politik uang semakin terasa ketika hari pencoblosan. Para pesuruh partai mendatangi rumah warga, melakukan serangan fajar saat matahari belum terbit dari ufuk timur.

“Nanti pas hari-H. Door to door dari Subuh, entar orangnya datang, ketuk-ketuk pintu. 'Berapa orang?', 'lima'. ya gitu. Kalau enggak kayak gitu, enggak jadi. Yang ada duitnya, yang jadi,” imbuh Anto.

Baca juga: Sekarang Rp 100.000 Mah Enggak Ada Apa-apanya, tapi Upah Kernet Enggak Naik-naik

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Jenazah Brigadir RAT Diotopsi di RS Polri Sebelum Dibawa Keluarga ke Manado

Megapolitan
Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com