TRUK bernopol BG 8420 VB menjadi penyebab terjadinya kecelakaan beruntun yang melibatkan tujuh kendaraan di Gardu Tol Halim, Jakarta Timur (27/3).
Dari kronologi maupun beberapa video yang beredar, termasuk pengakuan sopir truk, diduga kecelakaan tersebut karena sopir truk tersebut melaju ugal-ugalan pascaterlibat kecelakaan dengan mobil Expander sebelum area GT Halim.
Pascakecelakaan dengan Expander tersebut, truk terlihat melaju kencang. Dalam rekaman CCTV yang beredar, truk terlihat tetap melaju kencang mendekati mobil yang sedang mengantre membayar tol sehingga menabrak beberapa mobil tersebut.
Kecelakaan tersebut juga berimbas ke kendaraan yang ada di sekitar lajur antrean. Setelah ditabrak, truk Isuzu Traga putih menyambar kendaraan lain di lajur sebelahnya.
Tidak ada korban jiwa akibat kecelakaan tersebut. Meski begitu, pastinya terdapat kerugian material para pengendara mobil maupun Jasamarga atas rusaknya fasilitas di sekitar GT Halim.
Lantas kepada siapa pertanggungjawaban materiil berupa ganti rugi bisa dituntutkan?
Merujuk ke pasal 234 UU 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan ayat 1 dan 2, kerugian yang diakibatkan kelalaian pengemudi bisa dibebankan ke pengemudi, pemilik, dan atau perusahaan angkutan umum.
Pada ayat 1 pasal 234 mengatur soal kerugian yang dialami oleh penumpang atau pihak ketiga.
Dalam penjelasan di UU tersebut pihak ketiga adalah orang yang berada di luar kendaraan bermotor yang terlibat kecelakaan.
Dalam hal ini kendaraan yang berada di luar kendaraan truk tersebut seharusnya mendapat ganti kerugian, yang bisa ditanggung oleh pengemudi maupun pemilik kendaraan truk tersebut.
Pada ayat 2 pasal 234 diatur pula soal ganti rugi kepada perlengkapan jalan yang diakibatkan kecelakaan di mana sama seperti pasal 234 ayat 1 ganti rugi dibebankan ke pengemudi dan pemilik kendaraan yang menyebabkan kecelakaan.
Berdasarkan aturan di atas, maka pemilik truk juga harus bertanggungjawab atas kecelakaan di GT Halim kemarin. Tidak bisa melepas tanggungjawab, baik pidana maupun kerugian, lalu menyerahkan ke pengemudi saja.
Apalagi ada temuan bahwa sopir baru berusia 18 tahun. Usia tersebut tidak mungkin seseorang bisa memiliki sim B1, prasyarat mengemudikan truk dengan tipe tersebut.
Seseorang bisa memiliki SIM B1 minimal berusia 21 tahun, itupun wajib memiliki SIM A selama 12 bulan sebelumnya.
Melihat fakta usia sopir, maka perlu dipertanyakan pula bagaimana kontrol pemilik truk atas kelayakan dan legalitas izin mengemudi sang sopir.