Dalam dua kebakaran tersebut, terdapat persamaan yang menyebabkan adanya korban, yakni terali besi. Akibat adanya terali, korban kebakaran sulit menyelamatkan diri keluar dari rumahnya. Beberapa bahkan ditemukan dalam kondisi terpanggang.
Pengamat Sosial UI Devi Rahmawati menyebutkan, fakta di lapangan menjelaskan bahwa kebanyakan warga yang rumahnya memasang terali besi dilakukan oleh warga masyarakat yang masih trauma dengan peristiwa kerusuhan Mei 1998.
Mereka akhirnya membuat tempat hunian yang tidak hanya dipasangi dengan terali besi, tetapi juga dengan rumah yang cenderung letaknya tinggi serta masih ditambah dengan portal.
"Dengan begitu maka akan melindungi jiwa serta harta benda mereka. Hal ini karena rasa waswas dan masih adanya kekhawatiran,... yang mendalam seperti ketika kerusuhan 1998 lalu," kata Devi saat dihubungi Kompas.com, Minggu (29/9/2013).
Devi berpendapat, demi mencegah warga yang rumahnya menggunakan terali besi tidak cukup dengan meningkatkan jumlah personil keamanan di kawasan pemukiman.
Namun menurutnya, ada hal yang lebih besar, yaitu menghilangkan trauma agar peristiwa kelam yang terjadi 15 tahun lalu tersebut tidak lagi terulang. "Kekhawatiran kolektif masih muncul karena belum adanya upaya serius dari pemerintah untuk menuntaskan kasus tersebut. Terkesan ada pembiaran terhadap para pelaku," ujarnya.
Seperti diberitakan, dalam kebakaran di Jelambar, terdapat satu keluarga yang menjadi korban yang seluruhnya berjumlah empat orang.
Sedangkan dalam kebakaran di Kemang Utara, korban tewas berjumlah lima orang, yang mana empat orang merupakan satu keluarga dan seorang lagi pembantu rumah tangganya. Kebakaran yang terjadi di sebuah toko bangunan tersebut, bahkan yang terburuk sepanjang tahun 2013 di wilayah Jakarta Selatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.