Anggota DPRD DKI Jakarta, M Sanusi, Rabu (12/3/2014), mengatakan, Pemprov DKI perlu memetakan lebih detail program itu. Sebab, anggaran yang disediakan sangat besar.
”Anggaran yang disampaikan Pemprov DKI hanya proyeksi. Belum dapat dipastikan sejak awal berapa dana yang akan terpakai,” kata Sanusi.
Program kampung deret dilakukan dengan membenahi kawasan kumuh. Setiap keluarga peserta program mendapat dana hibah bantuan sosial Rp 40 juta hingga Rp 50 juta.
”Siapa yang benar-benar menjamin kriteria orang yang mendapat program ini tepat,” kata Sanusi.
Tahun ini, Pemprov DKI berencana membangun kampung deret di 70 titik. Targetnya melalui program ini, pemerintah dapat memperbaiki 6.000 sampai 7.000 rumah dan lingkungan warga. Saat ini, Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah DKI Jakarta sedang mendata peserta yang layak menerima bantuan hibah.
Sementara program tahun 2013, yaitu pembangunan kampung deret di 26 titik, hingga kini belum ada yang selesai 100 persen. Sebagian mulai memasuki tahap penyelesaian akhir.
Terkait program ini, warga Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, mempertanyakan kriteria penerima bantuan. Apalagi, ada sejumlah warga yang menurut penilaian mereka layak memperoleh bantuan perbaikan rumah, tetapi tidak lolos penilaian.
Terkait pengucuran dana, Kepala Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah DKI Jakarta Yonathan Pasodung menjamin tidak akan ada kebocoran anggaran. Sebab, pengucuran anggaran dilakukan dalam tiga tahap sesuai kebutuhan warga. Warga juga didampingi konsultan yang keberadaannya didanai Pemprov DKI Jakarta.
Wali Kota Jakarta Selatan Syamsudin Noor menambahkan, selain rencana detail bangunan dan tata kampung, warga sasaran program kampung deret juga harus dipastikan memahami dan mendukung program tersebut.
”Sosialisasi dan dialog tidak bisa dalam waktu singkat. Butuh pendekatan lama dan harus sabar di kedua belah pihak,” katanya.
Program kampung deret di RW 005 Petogogan, Jakarta Selatan, misalnya, telah berlangsung sejak satu tahun silam. ”Dari awal ada saja yang menentang, tetapi itu tantangannya,” kata Lurah Petogogan Kuswara.
Biaya membengkak
Alih-alih meningkatkan kualitas hidup, pembangunan kampung deret di Jakarta Timur malah memicu warga untuk menambah bangunan rumah. Akhirnya, tidak sedikit warga yang harus merogoh kantong lebih dalam untuk merenovasi rumah.
Revina (63), warga Pisangan Timur, harus menguras tabungan hingga Rp 15 juta untuk menambah biaya renovasi rumah. Sebab, dana Rp 54 juta yang diberikan Pemprov DKI tidak cukup untuk membiayai renovasi itu karena harga sejumlah material bangunan cukup tinggi.