Dari 45 orang yang dipekerjakan di dapur Masjid Istiqlal selama Ramadhan, hanya ada orang tukang masak. Sisanya bertugas mengemas makanan ke dalam plastik dan kotak.
"Selain lelah, kerongkongan jadi cepat kering karena selalu berdiri dekat kompor. Kadang juga suka susah menahan diri pas cium bau makanan," kata Syahrul, salah seorang tukang masak yang baru 1 tahun bekerja di Istiqlal, Minggu (29/6/2014).
Persoalan aroma masakan yang menggoda Syahrul justru tak dirasakan oleh Parisah, pekerja yang bertugas memasukkan sayur ke plastik-plastik kecil.
"Udah biasa, bosen malahan tiap hari lihat makanan. Jadi malah enggak berselera," kata Parisah.
Selain harus berhadapan dengan makanan setiap hari selama sebulan penuh, para pekerja ini juga harus rela tidak berbuka puasa bersama keluarga di rumah selama Ramadan.
"Ini selesainya kan jam 17.00, sedangkan rumah saya di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, kalau pulang ya enggak keburu. Jadi, pasti buka di sini," kata Parisah yang sudah empat tahun menjadi tenaga lepas di Ramadhan di Dapur Istiqlal.
Parisah dan ibu-ibu pekerja lainnya pun terpaksa pun mengesampingkan urusan masak-memasak di rumah masing-masing.
"Ya mau gimana lagi, kitanya lagi kerja di sini, ya terpaksa, untuk di rumah, beli makan di warung aja," kata Rodiyah, seorang pekerja lain.
Parisah, Rodiyah, dan puluhan tenaga lepas lainnya bekerja di Dapur Istiqlal tersebut dengan upah berkisar Rp 50.000 per hari yang dibayar per dua minggu. Dalam seminggu, mereka memiliki jatah libur satu hari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.