Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 08/03/2015, 15:05 WIB
Alsadad Rudi

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Istilah "pokir" mencuat bersamaan dengan terjadinya polemik pembahasan rancangan pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) DKI 2015. Salah satu penyebabnya, keputusan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama yang tak lagi mengakomodasi pokir DPRD dalam draf RAPBD.

Hal ini yang kemudian membuat marah anggota DPRD DKI. Mereka menilai Ahok (sapaan Basuki) telah melanggar peraturan.

Sebagai informasi, pada Januari lalu Ahok (sapaan Basuki) pernah menyebutkan bahwa total anggaran pengajuan program yang diusulkan DPRD lewat pokir mencapai Rp 8,8 triliun. Ia menganggap besaran jumlah itu tidak masuk akal.

"Judul anggarannya saja 'visi misi', sampai Rp 8,8 triliun. Di dalamnya total anggaran sosialisasi SK gubernur saja sampai Rp 46 miliar setahun. Gila enggak? Apa yang mau disosialisasi SK gubernur? Makanya saya marah. Mereka (DPRD) enggak ada yang mau ngaku. Jadi, kalau mau berantem, ya berantem saja," kata Ahok.

Sebenarnya, apa itu pokir?

Pokir merupakan kepanjangan dari pokok-pokok pikiran. Istilah ini digunakan untuk menyebut kewajiban anggota legislatif menjaring aspirasi dari masyarakat. Aspirasi itu kemudian akan ditindaklajuti para wakil rakyat ke eksekutif saat perancangan APBD.

Sesuai yang tercantum pada Pasal 55 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan DPRD tentang tata tertib, disebutkan, Badan Anggaran mempunyai tugas memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD.

"Dewan kan ada masa reses. Saat itulah ada usulan-usulan itu masuk melalui dewan. Ini diatur dalam Undang-undang. Jumlahnya berapa, itu nanti ada dalam pembahasan," kata Ketua Komisi D DPRD DKI Mohamad Sanusi, dalam sebuah diskusi, Sabtu (7/3/2015).

Menurut Sanusi, DPRD tidak pernah menentukan besaran rincian anggaran suatu program. Sebab, kata dia, DPRD hanya berperan sebagai pengusul.

Sanusi mengatakan, pihak yang berwenang menentukan besaran jumlah anggaran adalah eksekutif, dalam hal ini SKPD terkait yang mengurus bidang yang sesuai dengan program usulan yang diajukan oleh masyarakat. Contohnya, Dinas Bina Marga untuk usulan program perbaikan jalan.

"Pokok-pokok pikiran tidak pakai jumlah, itu hanya istilah. Jumlahnya berapa, itulah isi dari pembahasan (bersama eksekutif)," ujar politisi Partai Gerindra itu.

Ia pun membantah tuduhan Ahok yang menyebut DPRD mengajukan program lewat pokir yang jumlahnya mencapai Rp 8,8 triliun. Sanusi kemudian menghubungkannya dengan dugaan anggaran siluman usulan DPRD yang saat ini diungkap Ahok ke publik.

"Kemarin bilangnya Rp 4 (triliun), terus Rp 8,8. Terakhir yang sekarang Rp 12,1 triliun. Yang benar yang mana?" ucapnya menampik tuduhan Ahok.

Alasan Ahok coret pokir

Ahok pernah menyatakan, pokir sering disalahgunakan anggota legislatif untuk bermain anggaran. Hal itulah yang melatarbelakangi pencoretan pokir pada draf RAPBD 2015.

"Saya tahu persis ada pokir-pokir yang bikin pusing satuan kerja perangkat daerah (SKPD)," kata Ahok pada suatu ketika.

Ahok menyebut bahwa ia memiliki dasar hukum dalam pencoretan pokir. Dasar hukum itu adalah keputusan dari Mahkamah Konstitusi. "Kan sudah ada putusan MK, bahwa DPRD sudah tidak membahas lembar ketiga. Satuan ketiga enggak dibahas mereka lagi," kata mantan Bupati Belitung Timur itu.

Menanggapi hal tersebut, Sanusi menilai landasan hukum yang digunakan oleh Ahok adalah Revisi Undang-undang 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPRD (MD3).

"Rupanya itu yang dipakai oleh Pemda. Tapi Kemendagri sudah menyatakan itu hanya berlaku untuk DPR RI, bukan DPRD. Dan itu untuk pemerintah daerah tidak berlaku. Jadi rupanya yang dia (Ahok) bilang tidak melanggar Undang-undang itu ngacu pada peraturan ini," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com