"Penelusuran kami, ada perda yang mengatur tata kelola anggaran di DKI Jakarta dan dalam peraturan itu ada mandat terkait dengan penyusunan APBD DKI harus menyertakan partisipasi publik yang luas dan transparan. Dan, hal itu tidak terjadi di proses SKPD atau juga proses di DPRD," kata Direktur Indonesia Budget Center Roy Salam, di kantor ICW, Jakarta Selatan, Selasa (7/4/2015).
Menurut Roy, antara DPRD dan Gubernur pasti sudah membuat peraturan sendiri mengenai penyusunan APBD. Namun, peraturan tersebut kerap kali tidak dipatuhi oleh keduanya dalam penyusunan anggaran.
Roy mengatakan, pokok pikiran yang dimiliki oleh DPRD sebagai penyaring aspirasi publik nyatanya tak digunakan secara baik. Sebab, kerap kali pokir yang hadir malah membuat kisruh penyusunan APBD.
"Penyusunan APBD harusnya melibatkan masyarakat, salah satunya lewat pokir, sehingga pokir tidak bermasalah di tengah jalan," kata Roy.
Selama ini, menurut Roy, pokir masih dimanfaatkan oleh anggota DPRD untuk mengakomodasi kemauannya sendiri. Mereka tidak turun langsung ke masyarakat untuk mengakomodasi usulan masyarakat, misalnya saat berlangsungnya musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Seharusnya masyarakat dapat merasakan aspirasinya ke anggota DPRD melalui musrenbang.
Proses musrenbang, kata dia, selama ini masih belum efektif. Masyarakat tidak tahu hasil dari usulan yang diberikannya saat musrenbang bersama anggota legislatif.
"Padahal, dalam RPJP (rencana pembangunan jangka panjang) Gubernur, setidaknya 10 persen usulan masyarakat yang harus masuk APBD. Hanya saja, pada praktiknya, musrenbang tidak menjaminkan hal itu terjadi. Lalu tidak ada laporan hasil musrenbang kepada masyarakat," kata Roy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.