Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok Bilang Ada Kesepakatan Rusun, Ini Kata Pengacara Warga Kampung Pulo

Kompas.com - 26/08/2015, 19:42 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama mengatakan ada kesepakatan dengan warga Kampung Pulo. Menurut Ahok, wargalah yang meminta untuk disediakan Rusunawa Jatinegara Barat. Namun, pernyataan Basuki justru dipertanyakan salah satu kuasa hukum warga Kampung Pulo.

Wakil Ketua Dewan Pimpinan LBH Cerdas Bangsa, yang mewakili RW 02 Kampung Pulo, Martin Siwabessy, mengatakan, pembangunan rusun adalah amanat Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.

Menurut dia, tidak ada kesepakatan antara warga yang didampinginya itu dan pihak pemerintah soal Rusunawa Jatinegara Barat.

"Enggak ada. Rusun itu perintah perda. Pak Basuki suruh baca Perda Nomor 1 Tahun 2014. Kesepakatan apa? Kesepakatannya, warga minta ganti rugi," kata Martin seusai jumpa pers di permukiman warga Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur, Rabu (26/8/2015).

Seharusnya, kata dia, pemerintah memberikan ganti rugi kepada warga Kampung Pulo. Dia menyebut Ahok sempat mengatakan menunggu payung hukum yang tepat untuk memberikan ganti rugi kepada warga Kampung Pulo.

Setelah itu, lanjutnya, kuasa hukum mengirim berkas berisi beberapa peraturan perundang-undangan kepada Pemprov DKI mengenai ketentuan ganti rugi tersebut.

Payung hukum

Dasar aturan soal ganti rugi yang diklaim telah disampaikan kepada Pemprov DKI mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, Perpres Nomor 71 Tahun 2012, Perpres Nomor 30 Tahun 2015, Putusan BPN Nomor 5 Tahun 2012, dan Pergub 190 Tahun 2014.

Pada Pergub 190 Tahun 2014, misalnya, terdapat aturan tentang Pedoman Pemberian Santunan kepada Penggarap Tanah Negara.

"Katanya, Gubernur bilang mau bayar, tetapi nyari payung hukumnya. Kami kirim saja itu setelah ada SP II," ujar Martin. Kemudian, kata dia, tidak ada ganti rugi bagi warga Kampung Pulo. Warga pun digusur.

Saat disinggung mengenai alasan pemerintah tak membayar ganti rugi lantaran khawatir korupsi karena menggunakan dana anggaran negara untuk membayar warga yang bermukim di tanah negara, Martin mengatakan bahwa pemerintah melanggar aturannya sendiri.

"Justru kalau tidak bayar, pemerintah melanggar undang-undang itu," ujar Martin. Terlebih lagi, pemerintah telah melalui dua dari empat tahapan dalam mekanisme ganti rugi, yakni telah mengukur permukiman Kampung Pulo dan memberikan penilaian.

"Berarti pemerintah tahu kan undang-undangnya? Jadi, enggak mungkin pemerintah enggak tahu undang-undang itu. Dua dari empat tahap itu sudah dijalankan," ujar Martin.

Martin menilai, jika alasannya karena ada di jalur hijau, tidak adil bila hanya permukiman bantaran sungai, seperti di Kampung Pulo, yang digusur oleh pemerintah. Hal ini mengingat, ternyata ada bangunan besar lain yang berada dalam kondisi sama, seperti mal-mal yang berdiri dekat kali, tetapi tidak digusur pemerintah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com