Menurut dia, langkah Pemerintah Provinsi DKI yang melibatkan TNI itu sudah melanggar cita-cita reformasi yang digaungkan pada 1998.
(Baca: Komisioner Komnas HAM Nilai Ada Pelanggaran Hak Anak dalam Penggusuran di Kalijodo).
"Negara kita sudah memilih jalan demokrasi, tetapi cara yang dilakukan Pemprov DKI justru bertentangan dengan arah demokrasi negara ini," kata Hafid kepada Kompas.com, Selasa (8/3/2016).
"Mereka tidak menerapkan pendekatan HAM. Cara yang dipilih justru pendekatan militeristik yang identik dengan rezim otoritarian," kata dia lagi.
Menurut Hafid, pendekatan militeristik yang dilakukan Pemprov DKI diperparah dengan tindakan yang disebutnya sebagai pelanggaran atas hak kepemilikan.
Hal itu terlihat dari tidak adanya dialog dan uang ganti rugi untuk warga yang digusur.
Hafid mengatakan, warga hanya diberikan ganti rugi berupa rumah susun. Padahal, banyak warga yang sudah memiliki bukti kepemilikan yang sah di lokasi tersebut.
"Banyak yang sudah punya sertifikat. Bahkan ada salah satu warga dari Sulsel yang sudah tinggal di situ sejak 1950," kata dia.
"Keberadaan usaha yang menyimpang di sana seharusnya tidak membuat Pemprov DKI menafikan keberadaan warga-warga lainnya," ujar dia.
Sebelumnya, Hafid menyebut Komnas HAM sempat mengirimkan surat rekomendasi penundaan penggusuran Kalijodo ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Surat itu disampaikan beberapa hari sebelum tanggal 29 Februari, atau sebelum eksekusi penggusuran bangunan di Kalijodo.
Menurut Hafid, surat rekomendasi Komnas HAM ini berisi permintaan agar Pemprov DKI menunda penggusuran di Kalijodo. (Baca: Pernah Minta Penggusuran Kalijodo Ditunda, Komnas HAM Bandingkan Ahok dengan Risma ).
Menurut Komnas HAM, penggusuran Kalijodo idealnya dilakukan pada 10 Juni 2016.
Komnas HAM merekomendasikan penundaan penggusuran karena mempertimbangkan persiapan anak-anak Kalijodo untuk mengikuti ujian, dan memberikan waktu adaptasi kepada warga Kalijodo yang beralih pekerjaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.