Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Pemprov DKI Tak Gunakan Pendekatan HAM, tetapi Justru Militeristik dalam Gusur Kalijodo"

Kompas.com - 08/03/2016, 18:27 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hafid Abbas menyesalkan dilibatkannya TNI dalam penggusuran bangunan di Kalijodo pada 29 Februari 2016. 

Menurut dia, langkah Pemerintah Provinsi DKI yang melibatkan TNI itu sudah melanggar cita-cita reformasi yang digaungkan pada 1998.

(Baca: Komisioner Komnas HAM Nilai Ada Pelanggaran Hak Anak dalam Penggusuran di Kalijodo).

"Negara kita sudah memilih jalan demokrasi, tetapi cara yang dilakukan Pemprov DKI justru bertentangan dengan arah demokrasi negara ini," kata Hafid kepada Kompas.com, Selasa (8/3/2016).

"Mereka tidak menerapkan pendekatan HAM. Cara yang dipilih justru pendekatan militeristik yang identik dengan rezim otoritarian," kata dia lagi.

Menurut Hafid, pendekatan militeristik yang dilakukan Pemprov DKI diperparah dengan tindakan yang disebutnya sebagai pelanggaran atas hak kepemilikan.

Hal itu terlihat dari tidak adanya dialog dan uang ganti rugi untuk warga yang digusur.

Hafid mengatakan, warga hanya diberikan ganti rugi berupa rumah susun. Padahal, banyak warga yang sudah memiliki bukti kepemilikan yang sah di lokasi tersebut.

"Banyak yang sudah punya sertifikat. Bahkan ada salah satu warga dari Sulsel yang sudah tinggal di situ sejak 1950," kata dia.

"Keberadaan usaha yang menyimpang di sana seharusnya tidak membuat Pemprov DKI menafikan keberadaan warga-warga lainnya," ujar dia.

Sebelumnya, Hafid menyebut Komnas HAM sempat mengirimkan surat rekomendasi penundaan penggusuran Kalijodo ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Surat itu disampaikan beberapa hari sebelum tanggal 29 Februari, atau sebelum eksekusi penggusuran bangunan di Kalijodo.

Menurut Hafid, surat rekomendasi Komnas HAM ini berisi permintaan agar Pemprov DKI menunda penggusuran di Kalijodo. (Baca: Pernah Minta Penggusuran Kalijodo Ditunda, Komnas HAM Bandingkan Ahok dengan Risma ).

Menurut Komnas HAM, penggusuran Kalijodo idealnya dilakukan pada 10 Juni 2016.

Komnas HAM merekomendasikan penundaan penggusuran karena mempertimbangkan persiapan anak-anak Kalijodo untuk mengikuti ujian, dan memberikan waktu adaptasi kepada warga Kalijodo yang beralih pekerjaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com