Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pepih Nugraha
Wartawan dan Blogger

Wartawan biasa yang hidup di dua alam media; media lama dan media baru

Sulit Dipercaya, Parpol Kalah oleh Relawan pada Pilkada DKI Jakarta

Kompas.com - 11/03/2016, 17:56 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

KOMPAS.com — Ada dua topik menarik yang menjadi perbincangan publik dan layak disebut trending topic, yakni "deparpolisasi" dan "Teman Ahok".

Istilah deparpolisasi menggema lagi setelah terpicu aksi mengejutkan Teman Ahok yang berhasil “memaksa” Ahok, panggilan akrab Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, untuk maju ke Pilkada 2017 melalui jalur perseorangan.

Adalah Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah PDP DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi yang menggemakan kembali deparpolisasi. Setelah relawan yang menamakan diri Teman Ahok berhasil membuka jalan, Prasetio angkat bicara atas nama partainya, PDI-P.

Ia melihat sinyal adanya upaya deparpolisasi dengan indikasi jelas, yakni meniadakan peran partai politik dalam pemilihan kepala daerah, khususnya Pilkada DKI. PDI-P menyatakan akan melawan deparpolisasi karena dianggap membahayakan eksistensi partai politik.

Prasetio juga mengungkapkan, persoalan deparpolisasi telah dibahas dalam pertemuan yang berlangsung di kediaman Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri beberapa saat setelah Ahok menyatakan akan mengikuti desakan Teman Ahok.

Masyarakat tidak bisa menafikan peran partai politik, katanya, sebab bangsa ini dibangun oleh partai politik, bukan semata-mata relawan.

Mengapa hanya PDI-P yang bersuara lantang dan keras atas manuver Ahok dengan Teman Ahok-nya itu? Bukankah ada banyak parpol di negeri ini? Mengapa partai politik yang lainnya hanya berdiam diri tanpa reaksi? Benarkah apa yang dilakukan Teman Ahok itu suatu yang berbahaya bagi partai politik?

Tak ada asap kalau tak ada api. Bila melihat hubungan kausalitas, tentu ada preseden dan tidak serta-merta terjadi begitu saja. Ada peristiwa yang mendahuluinya.

Peristiwa apa lagi kalau bukan penjajakan partai juara ini dalam menyediakan kendaraan bagi Ahok untuk maju pada Pilkada 2017, tetapi tidak gratis.

Sebenarnya istilah deparpolisasi telah muncul saat Megawati selaku ketua umum partai berpidato pada pembukaan Kongres IV PDIP di Bali, April 2015 lalu. Pada kesempatan itu, Megawati menyinyalir adanya gerakan deparpolisasi yang ia sebut makin lantang diteriakkan.

Gerakan deparpolisasi ini disebutkan tidak berdiri sendiri, melainkan ada simbiosis kekuatan antarpartai dan kekuatan modal. Ia menyebut, kelompok yang menyuarakan deparpolisasi itu adalah kaum oportunis.

Ciri kaum oportunis ini, menurut Megawati, tidak mau bekerja keras membangun partai, tidak mau mengorganisasi rakyat, kecuali menunggu dan menunggu untuk selanjutnya menyalip di tikungan.

Dalam pidato pembukaan itu juga muncul istilah "penumpang gelap" dengan merujuk pada relawan nonparpol pada Pilpres 2014 yang mendapat tempat atau jabatan di pemerintahan.

Jika kemudian Prasetio menggaungkan kembali istilah deparpolisasi karena dipicu gerakan Teman Ahok yang memaksa Ahok terpisah dari PDI-P, maksud dan makna deparpolisasi menjadi lain.

Kali ini, pengertiannya bergeser menjadi semacam pemberontakan nonparpol (baca: relawan) yang dianggap menihilkan peran dan partai politik itu sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com