Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencana Perberat Syarat Calon Independen Dianggap Serangan Balik untuk Ahok

Kompas.com - 15/03/2016, 14:27 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana sejumlah fraksi di DPR RI yang ingin menaikkan syarat dukungan untuk calon independen dalam pemilihan kepala daerah dianggap keliru.
Menaikkan syarat dukungan untuk calon independen disebut sebagai blunder partai politik.

Sosiolog Tamrin Tomagola mengatakan, rencana menaikkan syarat dukungan calon independen muncul sebagai respons partai politik setelah bakal calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memilih maju melalui jalur independen.

"Ini serangan balik dari partai politik untuk Ahok," kata Tamrin, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (15/3/2016).

Tamrin menduga rencana meningkatkan syarat dukungan calon independen ini dimotori oleh Fraksi PDI Perjuangan dan Partai Kebangkitan Bangsa.

Ia yakin peningkatan syarat dukungan calon independen itu akan semakin memperburuk citra partai politik di mata publik.

"ini akan jadi bumerang untuk parpol, semakin tinggi syarat calon independen, semakin tinggi simpati publik untuk memberikan dukungan kepada calon independen," ujarnya.

Komisi II DPR RI ingin memperberat syarat bagi calon independen yang akan maju dalam pemilihan kepala daerah serentak 2017 mendatang. Syarat itu akan diperberat dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

"Timbul wacana di kita bahwa UU Pilkada ini harus pada asas keadilan. Karena syarat untuk calon independen jauh dari syarat untuk parpol, kita naikkan agar tetap berkeadilan," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Lukman Edy.

Menanggapi itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku tidak ambil pusing. DPR RI ingin menaikkan persyaratan dukungan jumlah KTP dari yang semula hanya 7,5 persen menjadi sekitar 10-20 persen dari jumlah daftar pemilih tetap.

Ahok mengatakan, usulan itu tidak akan berpengaruh terhadap dirinya. Sebab, ia dan kelompok relawannya, Teman Ahok, telah membuat antisipasi dengan mengumpulkan dukungan KTP lebih banyak dari yang disyaratkan.

"Kalau dia ajukan (jadi) 10 persen, kan kita minta Teman Ahok ngumpulin 1 juta. Kalau pemilihnya 7 jutaan, berarti 10 persennya itu ya sekitar 700.000 kan. Satu juta ya lewat dong," kata Ahok di Hotel Pullman, Jalan MH Thamrin, Selasa (15/3/2016).

Ahok mengatakan, dia akan mengikuti apa pun yang diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK). Sejauh ini, MK mengubah aturan persyaratan pencalonan kepala daerah untuk calon perseorangan (independen).

Mahkamah mengatur bahwa syarat dukungan calon perseorangan harus menggunakan jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) dalam pemilu sebelumnya, bukan jumlah keseluruhan masyarakat di suatu daerah.

Dalam pertimbangannya, hakim MK menilai Pasal 41 ayat 1 dan 2 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota telah mengabaikan prinsip keadilan sehingga mengabaikan semangat kesetaraan di hadapan hukum.

Dalam Pasal 41 ayat 1 dan 2, dijelaskan bahwa syarat pencalonan kepala daerah bagi calon perseorangan, yaitu mendapat dukungan paling sedikit 7,5 persen bagi daerah dengan jumlah penduduk dari 6 juta sampai 12 juta jiwa.

DKI Jakarta masuk dalam kriteria ini. Maka dari itu, calon independen yang hendak mengikuti pilkada harus mengumpulkan dukungan dalam bentuk fotokopi KTP sebanyak 525.000 lembar.

Saat ini, Teman Ahok sudah mengumpulkan lebih dari 700.000 fotokopi KTP untuk mendukung Ahok.

"Saya kira enggak masalah mau usul gimana mah, yang penting itu kan sudah diputusin MK. Saya mah ikut saja," ujar Ahok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerebek Pabrik Narkoba di Bogor, Polisi Sita 1,2 Juta Butir Pil PCC

Gerebek Pabrik Narkoba di Bogor, Polisi Sita 1,2 Juta Butir Pil PCC

Megapolitan
Perundungan Pelajar SMP di Citayam, Pelaku Jambak dan Pukul Korban Pakai Tangan Kosong

Perundungan Pelajar SMP di Citayam, Pelaku Jambak dan Pukul Korban Pakai Tangan Kosong

Megapolitan
Kemenhub Sesalkan Kasus Dugaan KDRT yang Dilakukan Pegawainya

Kemenhub Sesalkan Kasus Dugaan KDRT yang Dilakukan Pegawainya

Megapolitan
Dijebak Bertemu Perundungnya, Siswi SMP di Bogor Awalnya Diajak 'Ngopi' Bareng

Dijebak Bertemu Perundungnya, Siswi SMP di Bogor Awalnya Diajak "Ngopi" Bareng

Megapolitan
Tingkah Oknum Pejabat Kemenhub: Ucap Sumpah Sambil Injak Kitab Suci Usai Ketahuan Selingkuh, lalu Lakukan KDRT

Tingkah Oknum Pejabat Kemenhub: Ucap Sumpah Sambil Injak Kitab Suci Usai Ketahuan Selingkuh, lalu Lakukan KDRT

Megapolitan
2 Perundung Siswi SMP di Bogor Terancam Dikeluarkan dari Sekolah

2 Perundung Siswi SMP di Bogor Terancam Dikeluarkan dari Sekolah

Megapolitan
Polisi Bongkar “Home Industry” Narkoba di Bogor

Polisi Bongkar “Home Industry” Narkoba di Bogor

Megapolitan
Polisi Amankan Dua Pelaku Perundungan Siswi SMP di Citayam

Polisi Amankan Dua Pelaku Perundungan Siswi SMP di Citayam

Megapolitan
Dirundung karena Rebutan Cowok, Siswi SMP di Bogor Dijebak untuk Bertemu

Dirundung karena Rebutan Cowok, Siswi SMP di Bogor Dijebak untuk Bertemu

Megapolitan
Dewan Pertimbangan Jagokan Ahmed Zaki Jadi Bacagub Jakarta dari Golkar

Dewan Pertimbangan Jagokan Ahmed Zaki Jadi Bacagub Jakarta dari Golkar

Megapolitan
Aksi Pejabat Kemenhub Injak Kitab Suci demi Buktikan Tak Selingkuh, Berujung Terjerat Penistaan Agama

Aksi Pejabat Kemenhub Injak Kitab Suci demi Buktikan Tak Selingkuh, Berujung Terjerat Penistaan Agama

Megapolitan
Polisi Periksa Pelajar SMP yang Jadi Korban dan Pelaku Perundungan di Bogor

Polisi Periksa Pelajar SMP yang Jadi Korban dan Pelaku Perundungan di Bogor

Megapolitan
Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Megapolitan
Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Megapolitan
Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com